JAKARTA (SINDO) – Pengawasan terhadap jalannya kinerja intelijen perlu diperkuat untuk mencegah munculnya kegiatan-kegiatan intelijen yang bertentangan dengan aturan hukum.
Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin mengatakan, kegiatan-kegiatan intelijen selama ini sukar untuk dikontrol. ”Misalnya ada kejadian orang hilang karena kegiatan-kegiatan tersebut. Siapa yang dapat mengontrol?” ujarnya di Gedung DPR,Jakarta,kemarin. Hasanuddin mengatakan,muncul pemikiran agar Parlemen juga dapat melaksanakan fungsinya untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja intelijen. Namun, bentuk pengawasannya masih dikaji. Menurut dia, pengawasan intelijen oleh Parlemen juga dilakukan oleh sejumlah negara di kawasan Eropa.
Sekretaris militer pada era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri itu mengatakan, dalam mekanisme pengawasan tersebut nanti dapat menampung keberatan- keberatan dari agen intelijen ketika mendapatkan tugas yang tidak sesuai aturan hukum. ”Keberatan atau komplain itu, kalau sifatnya benar-benar prinsip dan berskala nasional,”katanya. Mekanisme penguatan terhadap jalannya pengawasan kinerja intelijen tersebut akan dimasukkan dalam RUU Intelijen. Pengamat pertahanan Universitas Indonesia Makmur Keliat mengatakan, pengawasan intelijen oleh Parlemen memang dibutuhkan. Pengawasan tersebut dapat dilakukan oleh komite.
”Mengenai komite intelijen di Parlemen. Menurut saya memang perlu, dengan merekrut beberapa orang di Parlemen,” ujarnya. Anggotanya dapat diambil dari Komisi I yang memang merupakan komisi untuk pertahanan.Anggota Komisi I harus disumpah untuk tidak membocorkan rahasia. Dalam rapatdengarpendapatumumantara pakar dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dengan Komisi I kemarin, Makmur juga mengingatkan agar dalam penyusunan RUU Intelijen jangan sampai terjadi sekuritisasi di berbagai sektor. Sementara itu, Direktur Program Imparsial Al Araf terus menyoroti kinerja intelijen.
Menurut dia, harus ada keseimbangan antara keamanan dan kebebasan jadi RUU Intelijen harus bisa menjaga keamanan negara dan penghormatan terhadap hak asasi manusia secara bersama-sama. ”Indikatornya adalah potensi pelanggaran HAM dalam RUU tersebut. Intelijen seharusnya tidak diberi kewenangan khusus melakukan pemeriksaan atau penangkapan,” katanya.
Sumber: SINDO
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment