KUNASHIR--MICOM: Presiden Rusia Dmitry Medvedev sampai di Kepulauan Kuril pada Senin (1/11), dalam kunjungan pertama pemimpin Rusia di wilayah yang menjadi pusat perselisihan sejak lama dengan Jepang.
Kunjungan yang dilakukan menjelang kedatangan Medvedev ke Jepang untuk pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) segera dikecam oleh Perdana Menteri Jepang Naoto Kan. "Jepang tetap dalam posisinya bahwa empat pulau Kuril Utara masuk ke dalam wilyah Jepang, kunjungan presiden Medvedev ke sana sangat disesalkan," kata Kan kepada parlemen.
Pemimpin Kremlin itu terbang ke pulau Kunashir tempai ia dijadwalkan mengunjungi stasiun energi panas bumi, bertemu dengan warga lokaL, dan melakukan inspeksi ke beberapa tempat konstruksi, kata seorang pejabat.
Kepulauan Kuril yang terletak di utara kepulauan Hokkaido telah berada di bawah wewenang Moskow sejak kepulauan tersebut direbut pasukan Soviet pada akhir Perang Dunia II namun Tokyo mengklaim empat pulau di bagian selatan masuk ke dalam wilyah Jepang.
Pada September, Medvedev menyebut pulau-pulau itu sebagai "wilayah yang sangat penting bagi negara kita" dan mengatakan bahwa "kami tentu akan pergi ke sana dalam waktu dekat" memicu peringatan dari Jepang mengenai hubungan yang dapat memburuk. Menteri Luar Negeri Jepang Siji Maehara merespon kunjungan itu sebagai kunjungan yang akan "sangat menyakiti hubungan kedua negara".
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan pada Sabtu bahwa kunjungan tersebut seharusnya tidak berdampak pada hubungan kedua negara. "Presiden merencanakan kunjungan domestik di wilayah negara kami secara independen," katanya menambahkan bahwa ia tidak melihat "hubungan" kunjungan tersebut dengan hubungan antara Moskow dan Tokyo.
Perselisihan itu telah mencegah Rusia dan Jepang menandatangani perjanjian perdamaian untuk secara resmi mengakhiri Perang Dunia II, menghambat perkembangan hubungan mereka. Sengketa di sekitar empat pulau di bagian selatan --yang dalam bahasa Rusia disebut Iturup, Shikotan, Habomai, dan Kunashir namun dikenal secara koletif di Jepang sebagai Wilayah Sebelah Utara.
Jepang telah menolak dengan keras saran yang menyebut Rusia akan memberikan dua dari empat pulau atau saran mengenai kedua negara dapat membangun empau pulau itu bersama-sama, berkeras agar keempat pulau dikembalikan.
Pada 1956, Uni Soviet menandatangani deklarasi yang menawarkan untuk mengembalikan dua pulau terkecil, namun pembicaraan tidak pernah berlanjut. Di bawah presiden Boris Yeltsin, Rusia kembali memunculkan rencana yang membuat geram kubu nasionalis dan komunis.
Presiden Vladimir Putin sejak 2004 beberapa kali memunculkan kemungkinan teoritis bahwa Rusia dapat menyerahkan dua dari empat pulau sengketa di Kepulauan Kuril kepada Jepang. Setelah Medvedev terpilih pada 2008, Jepang menyerukan kepadanya agar menunjukkan "keinginan kuat untuk mengatasi masalah ini," namun tidak ada terobosan yang tercipta.
Pada Oktober 2009, Maehara yang sebelumnya menjabat sebagai menteri pertanahan, mengulang kembali bahwa pulau-pulau itu telah direbut dengan "pendudukan ilegal", memicu kemarahan dari Moskow. Awal tahun ini, parlemen Jepang meloloskan Undang-undang yang menyebut pulau-pulau tersebut sebagai "bagian kesatuan" dari negara dan mengatakan parlemen akan "melakukan usaha pulau-pulau itu."
Kementerian luar negeri Rusia merespon hal tersebut dengan mengatakan UU itu "tidak dapat diterima". Pejabat tinggi Rusia, termasuk Lavrov telah mengunjungi pulau-pulau itu. Pada 2005, Parlemen Eropa mengadopsi resolusi yang mendesak Rusia mengembalikan pulau-pulau tersebut yang dinamakan Wilayah Sebelah Utara, kepada Jepang.
Sumber: MEDIA INDONESIA
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment