BEIJING, SELASA - Konflik perebutan wilayah di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara tampak semakin seru dan bakal terus memanas. Perseteruan tidak lagi hanya melibatkan dua negara raksasa Asia Timur, China-Jepang, tetapi juga beberapa negara di Asia Tenggara, Amerika Serikat, dan Rusia.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton di Hanoi menawarkan keinginan untuk menjadi penengah dalam penuntasan konflik Kepulauan Senkaku (versi Jepang) atau Kepulauan Diaoyu (versi China) di Laut China Timur.
Niat itu membuat China berang. Beijing menyebut ide itu salah total. Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Ma Zhaoxu, Kepulauan Diaoyu adalah milik China. Klaim dan sengketa soal itu adalah urusan kedua negara.
”AS berkali-kali mencoba mengaplikasikan perjanjian pertahanan dengan Jepang ke dalam isu Kepulauan Diaoyu. Hal itu jelas salah. Kami mendesak AS segera mengoreksi posisi salah itu,” ujar Zhaoxu.
Salah satu perjanjian pertahanan Jepang-AS adalah kewajiban AS untuk melindungi Jepang jika terancam.
Sengketa wilayah China-Jepang sempat memuncak karena nelayan China memasuki dan menangkap ikan dengan leluasa di Senkaku. Kapten nelayan China ditangkap. Kemudian Perdana Menteri Jepang Naoto Kan melepas kapten itu tanpa dikenakan tuduhan apa pun.
Hal ini memicu kemarahan publik Jepang yang menganggap pemerintahnya ”lembek” menghadapi China.
Dengan China, Jepang belum selesai berurusan. Jepang menghadapi persoalan dengan Rusia. Presiden Rusia Dmitry Medvedev berkunjung ke Kepulauan Kuril, di dekat Kepulauan Hokkaido. Wilayah itu masih dipersengketakan. Jepang mengklaim empat pulau dari gugusan kepulauan itu sebagai wilayahnya.
Jepang berencana menarik sementara waktu Dubes Jepang untuk Rusia Masaharu Kono, seperti disampaikan Menlu Seiji Maehara.
Selama ini sengketa perbatasan yang dialami Jepang membuat pemerintahan PM Kan ”pusing kepala”. Popularitasnya pun turun. Dari jajak pendapat terakhir oleh surat kabar Nikkei, popularitas PM Kan turun sampai 31 poin dalam sebulan.
Taiwan perkuat diri
Kini Asia juga semakin repot dengan isu sengketa. Taiwan kini mengembangkan sistem rudal canggih. Setiap pelurunya mampu membawa ratusan bom klaster. Rudal ”Wan Chien” atau ”Sepuluh Ribu Pedang” itu juga bisa menghancurkan pelabuhan kapal laut, sistem radar, dan artileri serta pasukan musuh.
Taiwan mengeluarkan 97 juta dollar AS untuk membiayai pengembangan rudal itu. Menteri Pertahanan Taiwan berencana menginvestasikan 15 miliar dollar Taiwan dua tahun ke depan untuk menjadikan rudal itu sebagai bagian persenjataan jet-jet tempur sehingga bisa menyerang China dari jarak jauh.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment