"Pertama, Panglima memaknai secara kontra-produktif secara kontra-produktif, seolah masa lalu hitam Kopassus bisa diputihkan. Kedua, apa yang dinyatakan Panglima TNI itu tidak sejalan dengan supremasi hukum. Petinggi TNI seharusnya profesional, menyerahkan pandangan politik kepada presiden atau menteri pertahanan," ujar Kepala Divisi Pemantauan Impunitas dan Pemenuhan Hak Korban Kontras, Yati Andriyani, dalam jumpa pers di kantor Kontras, Jakarta, Minggu (25/7/2010).
Menurut Kontras, kasus pelanggaran HAM tidak dapat diselesaikan hanya melalui pengadilan militer. "Pernyataan SBY agar ada kebijakan yang melibatkan eksekutif, legislatif, yudikatif, untuk memberikan keadilan bagi korban HAM," tambah Yati.
Selain itu, menurut Kontras, kebijakan Pemerintah AS bukan sumber hukum yang dapat menutup kasus-kasus masa lalu, seperti pelanggaran HAM oleh TNI. "Atas dasar-dasar hal tersebut, Kontras mendesak agar kepemimpinan politik saat ini betul-betul pro kepada keadilan korban dan menyarankan panglima TNI mengikuti garis keputusan politik negara," tambah Yati.
Sebelumnya, AS memutus kerja sama atau mengembargo Indonesia terkait pelanggaran HAM yang dilakukan Kopassus.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment