Jakarta, Kompas - Tahun ini, Indonesia diharapkan bisa menandatangani perjanjian kerja sama dengan Korea Selatan untuk pembuatan pesawat tempur. Dengan demikian, Indonesia diharapkan tak akan bergantung kepada negara lain dalam hal penyediaan pesawat tempur.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya Erris Herryanto, Rabu (2/6). ”Kemungkinan besar tahun ini sudah ditandatangani,” kata Erris. Kesepakatan untuk studi kelayakan ditandatangani tahun lalu.
Kementerian Pertahanan menerima hasil studi kelayakan pada Juli 2009. Dalam studi itu disebutkan, Indonesia layak untuk berpartner membuat pesawat tempur. Spesifikasi pesawat tempur dengan kode KFX ini kira-kira berada di atas F-16, tetapi di bawah spesifikasi F-35.
Menurut Erris, langkah tersebut merupakan suatu kemajuan karena tidak banyak negara yang bisa membuat pesawat tempur. Apabila memiliki pabrik pesawat tempur, Indonesia tidak akan bergantung lagi kepada negara lain.
Menurut Erris, masalah komitmen dan perjanjian secara rinci tengah dibahas. Namun, tidak ada perbedaan yang mencolok. Saat ini tengah disusun redaksional perjanjian di antara kedua belah pihak. Erris belum bisa merinci beberapa hal yang tertuang dalam perjanjian itu, termasuk apa saja yang akan diperoleh Indonesia dan apa saja yang harus disediakan. ”Yang jelas, kita punya PT Dirgantara Indonesia dan tenaga ahli,” kata Erris.
Kebutuhan biaya yang diajukan sekitar 8 miliar dollar Amerika Serikat dengan jangka waktu kerja hingga tahun 2020. Pada tahun 2020 diharapkan sudah bisa disiapkan lima prototipe. Dari keseluruhan anggaran itu, Indonesia diharapkan menanggung sebesar 20 persen. Akan tetapi, ujar Erris, belum ada kesepakatan soal keuangan tersebut.
Super Tucano
Mengenai pengadaan pengganti pesawat OV-10 Bronco, Direktur Pengadaan Direktorat Jenderal Sarana Pertahanan Marsekal Pertama Mukhtar Lubis mengatakan belum ada kepastian. Mabes TNI masih mengevaluasi masukan dari TNI AU. Menurut Mukhtar, pihaknya belum bisa memastikan bahwa pesawat yang akan dibeli adalah Super Tucano dari Brasil. ”Masih harus diteliti dulu spesifikasi dan juga prosedurnya,” katanya.
Soal Sukhoi, kata Mukhtar, pihaknya tengah mengirim sejumlah personel untuk mengikuti pelatihan. Hal itu dilakukan untuk persiapan kedatangan lagi tiga pesawat Sukhoi Su-27SKM yang diharapkan tiba pada September mendatang. ”Soal persenjataan, kita beli dengan paket yang berbeda,” kata Erris.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment