Malang - Pengamat militer Dr Muhadjir Effendi menyatakan PT Pindad yang berada di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, harus segera di relokasi karena tidak layak.
"Lokasi PT Pindad yang berada di tengah pemukiman warga itu tidak memenuhi kelayakan sebuah industri amunisi skala besar. Seharusnya PT Pindad itu berada di lokasi yang lebih ideal dan jauh dari pemukiman warga," ucap Muhadjir di Malang, Kamis.
Selain lokasinya yang tidak memenuhi standar kelayakan, katanya, standar keamanan dan keamanan produksi juga tidak terjaga, bahkan juga tidak dilengkapi dengan radar sebagai alat pertahanan udara.
Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu mengungkapkan, lokasi PT Pindad sama sekali tidak memiliki sistem perlindungan keamanan yang memadai, bahkan kesannya justru seperti pabrik rokok yang banyak ditemui di wilayah Kota dan Kabupaten Malang.
"Tanda-tanda yang menunjukkan bahwa lokasi itu sebagai kawasan industri amunisi terbesar milik militer sama sekali tidak ada. Kondisi ini kan memprihatinkan," ujar Muhadjir yang pernah belajar kemiliteran di Pentagon (Departemen Pertahanan AS) itu.
Lebih lanjut Muhadjir mengemukakan, lokasi yang tepat untuk merelokasi PT Pindad tersebut adalah Pulau Sempu yang berada di kawasan Pantai Sendangbiru, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.
Selain lokasinya tidak berada di lingkungan pemukiman penduduk, juga dekat dengan sumber air."Pulau Sempu sangat ideal untuk lokasi PT Pindad, karena selain dekat dengan air sebagai antisipasi terjadinya insiden, kerahasiaan amunisi yang diproduksi juga akan terjaga," paparnya.
Menurut dia, yang harus direlokasi ke lokasi yang lebih ideal itu tidak hanya PT Pindad yang ada di Malang saja, tapi yang ada di Bandung juga harus di relokasi pula karena kondisinya hampir sama dengan yanga ada Malang.
"Kondisi kedua perusahaan milik militer ini secara umum tidak representatif sebagai pusat industri amunisi dan peralatan persenjataan," katanya menegaskan.
PT Pindad yang berlokasi di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, dalam beberapa tahun terakhir ini sudah mengalami ledakan dua kali, dan insiden terbaru terjadi Rabu (2/6) sekitar pukul 13.45 WIB.
Akibat ledakan di ruang produksi detonator tersebut kondisi bangunan hancur, tiga korban meninggal, yakni Tri Nurhuda (27), Muchlis Usman (22) dan Sandi (23) serta tiga lainnya mengalami luka-luka.
Sumber: ANTARA
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment