Para tentara Angkatan Laut AS dan Vietnam berpose dengan latar belakang kapal perusak AS, USS John S McCain, di Pelabuhan Tien Sa, kota Danang, Vietnam, Selasa (10/8).
Vietnam, Selasa - Ketika Indonesia baru sebatas ditawari AS janji akan dipulihkan dan ditingkatkan kembali kerja sama militer, Pemerintah Negeri Paman Sam (Amerika Serikat) secara agresif mendekati negara bekas musuh Perang Dingin, Vietnam, demi menyaingi pengaruh China.
Pendekatan agresif ditunjukkan, salah satunya, dengan merapatnya kapal perang jenis penghancur (destroyer) AS, USS John S McCain, di pelabuhan militer Vietnam di Danang. Kapal akan berada di sana selama empat hari sekaligus menggelar latihan dan program pertukaran bersama Angkatan Laut Vietnam. Pada saat bersamaan, ketegangan hubungan antara AS dan China beserta sekutu masing-masing meningkat belakangan ini.
Tidak hanya kerja sama berbentuk latihan perang, pihak AS sebelumnya juga disebut-sebut menawari Vietnam program kerja sama teknologi dan pemanfaatan bahan bakar nuklir lewat program kerja sama dan alih teknologi. Namun, belakangan otoritas Vietnam membantah dengan menyatakan belum ada proses negosiasi yang telah digelar antarkeduanya.
Jika ini terjadi, relatif akan melanggar kesepakatan ASEAN soal Zone of Peace, Freedom, and Neutrality, termasuk bebas senjata nuklir.
Bantahan disampaikan sebelumnya oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam, Nguyen Phuong Nga. Pada Kamis (5/8), harian AS The Wall Street Journal menyatakan, Pemerintah AS membenarkan adanya pembicaraan dan tawaran soal itu. AS menolak merinci apakah kesepakatan itu termasuk membolehkan Vietnam menguasai teknologi pengayaan uranium AS.
Minggu sebelumnya sejumlah delegasi militer Vietnam diundang naik ke atas kapal induk AS bertenaga nuklir, USS George Washington, yang tengah berada di perairan Laut China Selatan, tidak jauh dari Danang. Acara itu terkait peringatan 15 tahun normalisasi hubungan diplomasi AS-Vietnam.
Sikap agresif AS di kawasan bertujuan mengimbangi perkembangan pengaruh China. Ini terasa dari pendekatan yang dilakukan AS ke Vietnam, yang secara geografis dekat dengan China. Vietnam menerima pendekatan AS itu setelah sebelumnya selalu bersikap hati-hati demi menjaga perasaan China.
Demonstrasikan kekuatan
Menurut pakar Vietnam asal The Australian Defence Force Academy di Canberra, Carl Thayer, pihak AS sengaja mendemonstrasikan kekuatan dan kehadiran militer di Laut China Selatan. Vietnam membiarkan hal itu terjadi. Vietnam juga diketahui mengambil sikap tidak ”gampangan” menyikapi ambisi China yang semakin tampil berpengaruh di kawasan perairan itu.
Salah seorang sumber di Departemen Pertahanan Vietnam menyebutkan, kehadiran kapal-kapal perang AS di pelabuhan Vietnam punya signifikansi strategis sangat besar bagi negaranya. Hal itu sekaligus menunjukkan adanya keberimbangan (pengaruh) regional dalam konteks pertahanan di sana.
Dia juga yakin AS dapat memainkan peran lebih penting di kawasan Laut China Selatan, yang memang dipahami kerap menjadi obyek perseteruan antarbanyak negara, seperti Vietnam, Taiwan, Malaysia, Brunei, dan Filipina, terutama terkait Kepulauan Paracel dan Spratley.
Filipina menolak
Pemerintah Filipina mengkritik kehadiran AS di kawasan perairan Laut China Selatan. Ditegaskan, negara-negara di wilayah Asia Tenggara tidak membutuhkan kekuatan AS terkait penuntasan sengketa yang terjadi di sana.
Penegasan itu dilontarkan Menteri Luar Negeri Filipina Albert Romulo. Menurut Romulo, proses negosiasi hanya akan terjadi antara ASEAN dan China tanpa AS ataupun pihak lain. Dia bahkan bereaksi keras pada pernyataan Menlu AS Hillary Clinton, bulan lalu, yang mengisyaratkan akan adanya peran lebih besar dari AS di kawasan perairan itu.
”Tidak. Ini hanya antara ASEAN dan China. Apakah saya telah menyatakan maksud saya dengan tegas? Ini antara ASEAN dan China. Apakah itu cukup jelas?” ujar Romulo kepada wartawan.
Sebelumnya China berkeras mengklaim kedaulatannya atas potensi kekayaan alam di Kepulauan Spratly dan Paracel. Beberapa negara, seperti Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan, mengklaim hal serupa.
Dalam Forum Regional ASEAN di Hanoi, bulan lalu, Clinton menyatakan ketertarikannya untuk menjamin adanya navigasi terbuka dan perdagangan bebas di Laut China Selatan. Dia juga menyerukan diadakannya pembicaraan multilateral antarnegara bersengketa, sementara China menginginkan proses pembahasan dilakukan antara dirinya dan satu per satu negara tadi.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment