TEMPO Interaktif , Yogyakarta - Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat mengungkapkan, sebagian komponen alat utama sistem persenjataan (alutsista) merupakan produksi lokal. Komponen tersebut antara lain komponen pesawat, senjata, dan amunisi udara. ”Kami mengambil cukup dari lokal saja jika ada komponen yang diproduksi di dalam negeri. Tapi kalau tidak diproduksi maka harus memesan dari luar yang memakan waktu lama,” kata Imam seusai membuka rapat pimpinan TNI Angkatan Udara di kompleks Akademi Angkatan Udara Yogyakarta, Senin (24/1).
Dia menuturkan, pada 2010, anggaran untuk pembelian pesawat tempur F-16 dan Sukhoi sebesar US$ 90 juta. Rinciannya, dia menyebutkan pembelian amunisi dari Amerika Serikat sebesar US$ 36 juta. Sedangkan dari Rusia dianggarkan sebesar US$ 54 juta. Pembelian dari dua negara besar itu karena komponen alat yang digunakan merupakan produk mereka.
Pada rencana strategis pembangunan TNI Angkatan Udara, Imam mengatakan, pada 2010-2014 telah direncanakan menambah dan mengganti alat persenjataan yang telah tua dan tidak layak pakai. “Ini upaya untuk mendukung kelancaran tugas operasional TNI Angkatan Udara, sebab alat-alat persenjataan yang dimiliki masih kurang,” katanya.
Dalam sambutannya, Imam menyatakan, berdasarkan kesiapan alat utama sistem persenjataan 2010, rencana kebutuhan jam terbang sebanyak 55.252 jam. Kebutuhan itu antara lain mendukung kesiagaan penanggulangan bencana, memenuhi kebutuhan latihan awak pesawat, operasi, dan pendidikan. Untuk radar membutuhkan jam operasional sebanyak 18 jam per hari.
“Ini untuk menuju TNI Angkatan Udara sebagai the first class air force. TNI Angkatan Udara bertekad mewujudkan kekuatan pokok minimum dan reformasi birokrasi,” kata Imam. Total personel TNI Angkatan Udara saat ini berjumlah 37 ribu orang yang terdiri dari 31 ribu personel militer dan 6.000 pegawai negeri sipil. Jumlah personel akan ditambah jika alat utama sistem persenjataan juga sudah bertambah, karena pengembangan organisasi diikuti oleh pengembangan personel.
Sumber: TEMPO
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment