JAKARTA(SINDO) – Ultimatum Presiden terkait pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) perlu ditindaklanjuti.Hal itu salah satunya melalui regulasi pengawasan yang diperketat,baik internal atau eksternal.
Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) Yuna Farhan mengatakan, pengadaan barang dan jasa memang rawan diselewengkan. ini mengingat masih banyak pengadaan di TNI yang melalui mekanisme penunjukan langsung, terutama alutsista yang bersifat khusus. “Pengadaan barang dan jasa yang tidak khusus dan melalui tender saja bisa diselewengkan, apalagi jika tidak ada tender,”ujarnya di Jakarta kemarin. Menurut Yuna untuk meminimalisasi penyimpangan tersebut TNI seharusnya melibatkan dan mengefektifkan mekanisme pengawasannya. Pelibatan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam proses pelaksanaan penunjukan langsung menjadi sangat penting.
“Kontrol pada tahap pelaksanaan penunjukan langsung oleh institusi eksternal sangat penting,”tuturnya. Sementara kontrol internal dari Inspektorat Jenderal, baik dari Kementerian Pertahanan,Mabes TNI, dan Mabes ketiga angkatan yang selama ini tidak berjalan dengan baik harus diefektifkan.“Pengetatan mekanisme pengadaan juga harus mendapat perhatian,” ujarnya. Untuk barang yang bersifat umum dan jasa,Kemhan dan TNI seharusnya menggunakan sistem pengadaan barang dan jasa melalui elektronik. Dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri Jumat (21/1) lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara tegas meminta jajaran TNI tidak menggelembungkan biaya dalam pengadaan alutsista maupun nonalutsista.
Presiden tidak akan segan-segan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan bila menemukan adanya penggelembungan biaya pengadaan alutsista. “Saya ingin anggaran yang sudah kita tingkatkan itu bisa dioptimalkan dan bisa pastikan penggunaannya tepat sasaran. Hentikan praktik-praktik penggelembungan biaya atau mark-up dalam pengadaan alutsista maupun non-alutsista,”tandasnya. Tidak sekali itu saja Presiden memberi perhatian kepada anggaran pertahanan. Saat menerima KPK di Istana (30/11) tahun lalu Presiden meminta KPK untuk lebih fokus memantau instansi-instansi pemerintah yang sangat rawan dengan tindakan korupsi, termasuk Kemhan dan TNI.
Saat itu, Wakil Ketua KPK M Jasin mengakui KPK belum secara mendalam melakukan pemantauan terhadap proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan TNI. TNI juga memang belum menggunakan sistem pengadaan barang dan jasa melalui elektronik. Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsuddin pun pernah menanggapi terkait transparansi untuk pengadaan alutsista. Menurut dia,ukuran transparansi dan akuntabilitas pengadaan alutsista tetap dilakukan dengan metode pelelangan umum sesuai Keppres No 80/2003 yang direvisi Perpres No 34/ 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Dia melanjutkan, untuk pengadaan alutsista memang belum bisa dilakukan secara elektronik. Pasalnya, alutsista punya spesifikasi tertentu dan untuk kepentingan pertahanan negara.
”Begitu mendaftar harus terbuka, lihat langsung pengecekan teknis. Pengecekan administrasi harus secara langsung untuk menjamin terjawabnya spesifikasi teknis dan terjawabnya kualifikasi administrasi,” ungkapnya. Anggota Komisi I DPR Teguh Juwarno mengatakan,institusi TNI dituntut untuk mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran. Selain itu, pengawasan terhadap pengelolaannya patut mendapatkan penguatan. Apalagi saat ini TNI bersama Kementerian Pertahanan merupakan salah satu institusi yang mendapatkan anggaran terbesar.“ Perketat pengawasan penggunaan anggaran pertahanan,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Informasi Pusat Alamsyah Siregar menilai, proses transparansi dan akuntabilitas dapat dilakukan TNI salah satunya dengan membuka informasi anggaran kepada publik.“ Anggaran TNI kan bersumber dari APBN sehingga ini termasuk dalam badan publik. Jadi, sebagai badan publik anggaran untuk belanja alat utama sistem persenjataan serta mekanisme pengadaannya wajar untuk dibuka,” paparnya.
Sumber: SINDO
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment