ALUTSISTA ARDAVA BERITA HANKAM CAKRA 401 SUBMARINE DEFENSE STUDIES INDO-DEFENSE INDONESIA DEFENSE INDONESIA TEKNOLOGI RINDAM V BRAWIJAYA THE INDO MILITER
Formil MIK Formil Kaskus Formil Detik.COM
PT.DI LAPAN LEN NUKLIR PAL PINDAD RADAR RANPUR ROKET RUDAL SATELIT SENJATA TANK/MBT UAV
TNI AD TNI AL TNI AU
HELIKOPTER KAPAL ANGKUT KAPAL INDUK KAPAL LATIH KAPAL PATROLI KAPAL PERANG KAPAL PERUSAK KAPAL SELAM PESAWAT TEMPUR PESAWAT ANGKUT PESAWAT BOMBER PESAWAT LATIH PESAWAT PATROLI PESAWAT TANKER
KOPASSUS PASUKAN PERDAMAIAN PERBATASAN
  • PERTAHANAN
  • POLRI POLISI MILITER
  • PBB
  • NATO BIN DMC TERORIS
    AMERIKA LATIN AMERIKA UTARA BRASIL USA VENEZUELA
    AFGANISTAN ETHIOPIA IRAN ISRAEL KAZAKHTAN KYRGYZTAN LEBANON LIBYA MESIR OMAN PALESTINA TIMUR TENGAH YAMAN
    ASEAN AUSTRALIA Bangladesh BRUNAI CHINA INDIA INDONESIA JEPANG KAMBOJA KORSEL KORUT
    MALAYSIA Selandia Baru PAKISTAN PAPUA NUGINI Filipina SINGAPURA SRI LANGKA TAIWAN TIMOR LESTE
    BELANDA BULGARIA INGGRIS ITALIA JERMAN ROMANIA RUSIA UKRAINA
    MIK News empty empty R.1 empty R.2 empty R.3 empty R.4

    Thursday, December 6, 2012 | 8:05 AM | 5 Comments

    Connie : Armada Pati Unus & Hari Armada 2012

    Jakarta - Pertahanan negara seringkali diartikan sebagai segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara,keutuhan wilayah,dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

    Dalam bahasa resmi negara dan undang-undang,dicantumkan bahwa pertahanan negara dijalankan dalam sebuah sistem yang bersifat semesta: melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional, dipersiapkan secara dini, diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, menjaga keutuhan wilayah. Jelas pula, seharusnya termasuk menjaga seluruh kekayaan negara demi kepentingan warga negaranya.

    Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar. Jika Jerman menetapkan diri sebagai “Jantung Tanah Eropa”, Indonesia dapat mengklaim sebagai “Jantung Maritim Asia Tenggara”. Dengan lebar dari sisi Timur ke Barat yang mencakup 13 persen dunia, memiliki 12 lautan: laut Natuna,Jawa,Sulawesi,Flores, Banda,Aru,Arafuru, Maluku, Seram, Halmahera,Timor dan Sawu berikut lengkap dengan sea lanes of communications (SLOC) yang demikian strategis, telah menempatkan negeri ini dalam posisi geopolitik yang sangat menawan dan suprastrategis.

    Dalam perspektif geopolitik dan geostrategi, media laut menjadi sangat vital untuk gelar kekuatan, pembangunan pangkalan militer, jalur kapal selam, dan kapal perang serta arena perebutan pengaruh kepentingan politik, pertahanan maupun ekonomi. Utamanya pada 8 tahun dan 30 tahun ke depan (tahun 2020 dan 2050) dampak menawannya posisi geopolitik ini akan menempatkan kita pada posisi ancaman geostrategi yang lebih krusial dibanding saat para pengelana kolonial memasuki perairan wilayah kita demi rempah-rempah dulu kala—dengan berpacunya negara super power (AS) dan negara negara kawasan menyikapi Two Ocean Policy dari China.

    Nun jauh sebelum NKRI berdiri, para pemimpin Kerajaan Sriwijaya di abad ke-7 hingga ke-13 serta Kerajaan Majapahit di ujung abad ke-12 hingga ke-15 telah membuktikan kemampuannya dalam menggunakan wilayah strategis perairan Indonesia dari sisi geopolitik dan geostrategi. ”Kesultanan” kecil seperti Kudus dapat begitu tegasnya memerintahkan ”juru bayarnya” (Kementerian Keuangan dalam konteks Indonesia hari ini) untuk membangun armada laut sangat besar dengan 375 kapal kapal perang raksasa kelas “Jung Jawa”dalam kurun waktu 1 tahun saja, mempersenjatai dan mengerahkan armada kesultanannya (1.000 personel setiap kapalnya).

    Seorang Tom Pires bahkan menuliskan dalam Summa Oriental, 1515, bahwa Anunciada (kapal Portugis terbesar di Malaka tahun 1511) sama sekali tidak menyerupai kapal bila disandingkan dengan Jung Jawa! Kesemua ini dilakukan hanya karena mendengar masukan intelijen bahwa bangsa Portugis memasuki Selat Malaka.

    *** Ini merupakan bukti bahwa kita pernah memiliki pemimpin - pemimpin yang mampu melihat ”kepentingan warganya” dengan mampu menghitung secara cermat akan untung rugi biaya bagi pembangunan kekuatan pertahanan untuk melakukan fungsi kemaritiman dari armada laut yang harus dibangunnya ver-sus biaya yang akan berdampak pada kesultanan dan masyarakatnya jika ia tidak membangun armada laut yang mumpuni untuk melakukan fungsi kemaritiman dan ekonomi yang harus dijaga nun jauh hingga ke Selat Malaka.

    Ratu Kalinyamat pada 1550 mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal, memenuhi permintaan Sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari bangsa Eropa.Armada Jepara ini kemudian bergabung dengan armada pasukan Persekutuan Melayu hingga mencapai 200 kapal perang.Pasukan gabungan tersebut menyerang dari utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Cerita tentang Ratu Kalinyamat memang tidak berakhir dengan digelari duchesse atau lord dari Kerajaan Inggris Raya, tetapi namanya ditulis dalam sejarah Portugis dengan julukan yang menggetarkan hati: Rainha de Jepara,Senora Pade Rosa se Rica” (Ratu Jepara yang penuh kekuatan dan kekuasaan). Hari ini kemampuan armada laut kita sangat jauh dari apa yang seharusnya kita miliki.

    Jika kita lihat Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan dan dibandingk a n apple to apple dengan Kudus atau Jepara masa itu.Mungkin dengan memiliki pemimpin sekaliber Pati Unus atau Ratu Kalinyamat yang memiliki visi geopolitik dan geostrategi yang mumpuni,di hari armada 2012 ini kita seharusnya sudah mampu mengadakan kekuatan armada laut hingga mencapai kekuatan ideal ala Pati Unus, yaitu sebanyak 149.260 kapal (375 kapal x 398 kabupaten/ kota sesuai otonomi daerah) dengan kekuatan AL sebesar 149.260.000 personel.

    Artinya, dengan jumlah personel AL sebesar itu tanpa UU Kamnas sekalipun terbukti hampir setengah dari bangsa Indonesia akan otomatis berwawasan dan berkelakuan peduli bahari. Atau setidaknya, jika kita memiliki pemimpin yang berpandangan akan terbentuknya kerja sama pertahanan laut dengan negara kawasan dan cukup mampu berfikir seperti seorang Ratu Kalinyamat (minimum essential forces era abad ke-15), maka kita hanya memerlukan 15.000 kapal berikut 15.000.000 personel AL-nya.

    Samuel Huntington dengan jelas menyatakan bahwa negara yang dapat menyeimbangkan kekuatan China di kawasan hanyalah Indonesia dan Vietnam.Menurutnya, identitas kultural Indonesia yang pernah berdiri sebagai sebuah independent maritime empire dan kultur budaya Vietnam yang telah terbukti selama 5000 tahun unggul dari China, menjadikan kedua negara ini bersama India dan Jepang dapat memainkan peran penting dalam keseimbangan regional.

    Di Hari Armada 5 Desember 2012 ini,selayaknya kita semua merenungkan apakah kita sudah sepakat untuk menetapkan kekuatan armada AL kita sesuai komitmen yang diperintahkan negara kepada para Laksamana,perwira dan personelnya, di mana sebagai professional navy mereka harus memiliki kemampuan dari sea denial of local waterske kemampuan sea control of a distant seas. Tugas utama dari pro-fes-sional navysesungguhnya adalah tugas pertahanan di samping tugas bantuannya dalam menanggulangi non traditional threats bangsanya.

    Untuk membangunnya sebagai professional navy,maka negara harus memenuhi ketersediaan dan kesiapan alutsista dan teknologi peperangan, pendidikan dan rekrutmen prajurit, peningkatan jumlah dan modernisasi peralatan alutsista, kesiapan operasional,peningkatan fasilitas pangkalan militer, perawatan dan perbaikan, serta terwujudnya susunan kekuatan yang mampu melaksanakan proyeksi kekuatan bersifat tempur yang bukan saja mencakup ke mana dan untuk apa kekuatan armada maritim tersebut digelar, tetapi juga mencakup berapa lama gelar tersebut dapat dilaksanakan.

    Hari ini kemampuan armada kita di laut hanya 5–10 hari dalam setiap 30 hari/bulan.Artinya ada sekitar 20 sampai 25 hari armada kekuatan maritim kita hanya sandar di pelabuhan dikarenakan masalah pengadaan bahan bakar yang tidak mencukupi (dipenuhi hanya sekitar 35 hingga 40% dari yang diajukan) untuk mereka dapat melakukan tugasnya baik di gugus tugas Armada Barat maupun di Armada Timur.

    Maka pertanyaannya,di era high-tech komunikasi dan banyaknya para pemimpin bergelar beragam doktor saat ini,lalu apa yang berjalan salah dari cara kita mengelola critical mass (wilayah,sumber daya dan penduduk) negeri ini? Sehingga posisi geopolitik dan kekayaan sumber daya yang kita miliki tidak mampu membangkitkan kita menjadi negara yang berkemampuan untuk menggelar armada armada laut yang diperlukannya,untuk kemudian menjadikan negeri ini negeri berkekuatan supra-raksasa seperti era Sriwijaya dan Majapahit atau berkemampuan maritim seperti Kesultanan Kudus dan Jepara sekalipun? Apakah itu terletak pada kesalahan kita sebagai warga negara yang begitu permisif pada kelalaian para pemimpin tingkat pusat dan lokal dalam konsep pandangan dunia dan perspektif geostrategi yang merupakan cara pandang dan memahami dunia dan perubahannya?

    Pada pemahaman tentang ancaman dan bagaimana kita mengonseptualisasikan isu pertahanan & keamanan itu sendiri? Atau pada strategi keamanan nasional (kamnas) dengan kemampuan mengidentifikasi perubahan untuk merumuskan struktur kekinian akan armada laut dan dirgantara yang seharusnya terbentuk untuk menjaga 3,2 juta km2 wilayah maritim dan 5.7 jta km2 dirgantara kita?

    Dianugerahi letak suprastrategis seperti ini, pepatah latin mengatakan Animis Opibusque Parati – persiapkan segenap pikiran,upaya dan sumber daya untuk menghadapi kemungkinan apa pun.Semoga jawaban pertanyaan di atas tidak terletak pada kedua belas lautan yang kita miliki dan hanya kita banggakan,tanpa kesadaran dan berkemampuan untuk melindungi, menjaga dan memanfaatkannya, sebagaimana nenek moyang kita di abadabad silam melakukannya.

    Sumber : SINDO

    Berita Terkait:

    5 komentar:

    TAMALAKI MEKONGGA COMMUNITY said...

    hhmmm....sebuah komentar yang sangat brilian n cerdas... semoga para pemimpin n dpr membaca ini,saya aja yang baca jadi merinding karena begitu kecilnya kemampuan maritim utamanya armada AL bangsa indonesia saat ini di bandingkan akan tantangan ke depan yang sangat krusial...

    KERIS NUSANTARA said...

    Panglima Besar/Pres tolong TNI AL dananya hrs besar sesuai porsi yg diembannya, UU menyebutkan negara kepulauan, luas Wilayah Ind 2/3 lautan dan pertahanan hrs dipusatkan pada lautan jangan lagi berpikiran kepulauan salah besar. Maksudnya kekuatan armada lautanan hrs banyak, personil hrs banyak/wajib militer dan ditunjang peralatan pesawat terbang sdgkan darat mengembangkan roket/balistik/personil militer.

    mas_yun said...

    Sy sudah tulis dlm satu forum...beli kapal yg banyak tidak usah pikir darimana sumbernya...china jg bagus atau yg lainya.
    ga cuma corvette atau fregat...mulai geser pemikiran ke kelas destroyer. destroyer dengan kemampuan long range air defense. sehingga dapat menjadi tameng udara terdepan dengan mobilitas tinggi. pengadaan Ka-sel selanjutnnya juga harus yg bisa berkemampuan land attack. Keduanya akan menjadi detterents yg hebat bagi musuh. +jgn dilupakan pengembangan kemampuan satelit.

    NasrullahNaim said...

    Saya Berharap Pengembangan dapat Juga di lirik di areal Sulawesi-Selatan......Intuk Proyek Pembangunan dan Pertahanan.....Wassalam

    FirmanSyah said...
    This comment has been removed by the author.

    Post a Comment

     
    Copyright © 2010 - All right reserved | Template design by ADMIN | Published by MAJU INDONESIA KU
    Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.