Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta para menteri lebih responsif menjelaskan beragam isu yang berkembang di masyarakat sesuai dengan kewenangannya. Sejumlah isu yang menurut Presiden lambat direspons para menteri, antara lain, berkaitan dengan pemberian grasi dan remisi, insiden di laut antara Indonesia dan Malaysia, serta rekening gendut perwira tinggi Kepolisian Negara RI. Selain itu, isu hukuman mati sejumlah warga negara Indonesia di Malaysia.
Presiden menyampaikan hal itu kepada para menteri saat mengawali sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (23/8).
”Rakyat punya hak untuk mengkritik pemerintahnya, ingin tahu, mengoreksi, menyalahkan, mengecam, itu hak mereka. Sebagaimana kita juga punya hak untuk menjelaskan. Kalau kritik benar, kita terima. Kalau koreksi itu tepat adanya, kita berterima kasih,” ujarnya.
Presiden meminta para menteri tidak tinggal diam, bersembunyi, atau tak mau repot untuk menjelaskan kebijakan pemerintah yang harus mereka pertanggungjawabkan. Presiden mengingatkan, tak semua isu harus dijelaskan Presiden. Sebagian isu akan lebih tepat dijelaskan dan dikomunikasikan menteri kepada masyarakat.
”Banyak berita yang mestinya Saudara tak terlambat menanggapinya. Tetapi, saya perhatikan satu, dua, tiga hari baru direspons. Bahkan, kadang responsnya tidak memadai. Ini sebetulnya tidak boleh terjadi,” ujar Presiden di depan anggota kabinet.
Para menteri juga tidak boleh bias oleh kepentingan politik. ”Ketika menjelaskan, Saudara bertanggung jawab kepada Presiden, tidak bertanggung jawab kepada partai politik di mana Saudara berasal sebab ketika sudah memiliki pertimbangan politik bisa keliru,” ujar Presiden.
Soal tanggapan terhadap kritik ini sebelumnya juga dikemukakan Yudhoyono selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dalam buka puasa dengan kader Partai Demokrat di Puri Cikeas Indah, Bogor, Minggu petang.
Terhadap pernyataan Yudhoyono itu, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyatakan, Yudhoyono memahami kritik itu sebagai bagian dari demokrasi. ”Saya kira harapan kita semua, kritik dan koreksi itu akan lebih baik disertai dengan tawaran-tawaran solusi. Dengan begitu, terjadi dialektika yang positif. Produknya adalah sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan bangsa,” kata Anas.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment