Jakarta, Kompas - Pembangkit listrik tenaga nuklir dengan reaktor fusi yang lebih aman diperkirakan akan siap dikomersilkan pada 2020-2050. Pemerintah Indonesia disarankan untuk tak terburu-buru dan memaksakan pendirian PLTN dengan reaktor fisi karena lebih berbahaya.
”Jika tetap ingin membangun PLTN, sebaiknya menunggu teknologi baru yang lebih kecil risikonya,” kata anggota Dewan Energi Nasional (DEN) yang juga Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia Rinaldy Dalimi di Jakarta, Senin (23/8).
Saat ini, semua PLTN yang ada menggunakan reaktor fisi dengan bahan bakar uranium. Limbah uranium itu menghasilkan radiasi yang berbahaya bagi manusia. Sedangkan reaktor fusi masih dalam penelitian. Reaktor ini menggunakan bahan baku air berat atau deuterium. Perkiraan operasional reaktor fusi ini beragam antara 2020 dan 2050.
Saat ini negara-negara pemilik PLTN sudah berencana mengganti reaktornya dengan reaktor fusi. Bahkan, negara-negara besar membiayai penelitian untuk mewujudkan reaktor fusi.
Rinaldy menyatakan, risiko penggunaan uranium dengan bahan baku energi lain, seperti batu bara dan gas, tidak dapat disamakan. Sampah uranium memang bisa dikelola dengan teknologi tinggi, tetapi teknologinya masih dikuasai negara-negara besar sehingga mahal. Hal itu membuat harga listrik dari PLTN fisi akan lebih mahal dibandingkan dengan harga listrik saat ini.
Kemampuan Indonesia membangun reaktor nuklir juga diragukan. Menurut dia, reaktor penelitian nuklir yang ada saat ini bukan dibangun oleh Indonesia. Ahli Indonesia hanya memasangnya saja.
Sementara itu, anggota DEN lainnya yang juga Guru Besar Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung Widjajono Partowidagdo mengatakan, jika penggunaan energi saat ini bisa dihemat, Indonesia masih akan terpenuhi kebutuhan listriknya hingga 2025. Penggunaan listrik saat ini sangat boros.
Kebutuhan pembangunan PLTN sebagai sumber listrik antara Indonesia dan negara lain berbeda. Negara-negara lain memiliki sumber energi yang terbatas, sedang Indonesia memiliki variasi sumber energi lebih banyak. Namun, sumber energi listrik yang aman dan murah itu belum tergarap, seperti air yang banyak terdapat di luar Jawa, gas, serta panas bumi yang harganya jauh lebih murah daripada minyak bumi.
”Gunakan dulu energi dari dalam negeri yang murah dan lebih aman,” ujarnya.
Kalaupun keputusan politik tetap memaksa pendirian PLTN fisi, Widjajono menyarankan agar Indonesia membangun PLTN bersama Singapura sehingga risiko keamanan dan biayanya dapat dibagi dan bisa saling mengawasi. Jika reaktor fusi sudah tersedia, sebaiknya menggunakan reaktor fusi.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment