Jakarta, 23/8 (ANTARA) - Anggota Fraksi Partai Golkar di Komisi I DPR RI Fayakhun Andriadi, menyatakan, realisasi pemenuhan kebutuhan minimal alat utama sistem persenjataan (Alutsista) inti yang dijabarkan dalam konsep `minimun essential force` (MEF), merupakan harga diri bangsa Indonesia.
"Jika ini diabaikan terus menerus, menyebabkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) berada dalam posisi rawan Alutsista, minim kuantitas, rendah kualitas, yang berarti berpengaruh kepada parahnya daya gertak, terutama menghadapi beragam provokasi dari luar (di perbatasan) maupun dari dalam," ujarnya melalui ANTARA di Jakarta, Senin dinihari.
Sesungguhnya, menurut dia, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) sudah melakukan perhitungan cermat untuk kebutuhan minimum Alutsista inti yang dijabarkan dalam MEF tersebut.
"Ternyata, MEF TNI saat ini, setara dengan kemampuan Kemenhan membeli Alutsista selama enam tahun. Namun, apabila selama enam tahun tersebut membelian (Alutsista) secara `ketengan` atau `sedikit-sedikit`, juga akan sulit memenuhi MEF yang diharapkan dalam waktu enam tahun itu," ungkapnya.
Tetapi bagi Fayakhun Andriadi dan fraksinya, MEF merupakan kebutuhan hari ini, bukan enam tahun mendatang.
"Ini soal harga diri bangsa yang semakin `diinjak-injak` bangsa lain, khususnya tetangga. Lihat saja berbagai provokasi di kawasan perbatasan yang agak sulit ditanggapi dengan gertakan minimal seimbang, karena kita memang merasa kalah dalam soal Alutsista inti (MEF). Dulu, di era Bung Karno hingga Pak Harto, kita tidak begini. Makanya tak ada yang berani menggertak kita," tegasnya.
Duduk Bersama
Fayakhun Andriadi mengatakan, Fraksi Partai Golkar di Komisi I DPR RI melihat persoalan ini hanya bisa dipecahkan apabila Kemenhan, TNI serta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) duduk bersama.
"Lalu, menyiapkan skema implementasi MEF secara konkret dan konsekuen. Jadi, menurut kami, kalau dalam enam tahun kita memerlukan 24 pesawat tempur, maka ketika membeli, sekaligus membeli 24 unit, sehingga harganya akan jauh lebih murah ketimbang setiap tahun membeli empat unit," katanya.
Sebab, menurutnya, jika membeli sekaligus 24 unit, total barangnya akan diterima di tahun ke-3.
"Artinya waktunya lebih cepat, harga lebih murah, dan biaya perawatan akan lebih murah per unitnya juga," ujarnya.
Fayakhun Andriadi menambahkan, konsep yang sama berlaku untuk membeli kapal, tank, rudal dan macam-macam Alutsista inti lainnya.
"Itulah pemikiran orisinal kami terhadap implementasi MEF secara utuh," katanya lagi.
Cara Pembayaran
Mengenai cara pembayaran, demikian Fayakhun Andriadi, selama ini memang banyak yang mengusulkan melalui penerapan konsep K/E (kredit ekspor).
"Setahu saya, konsep K/E pada dasarnya adalah konsep pinjam uang, dibayar bertahap, dengan membayar bunga, dengan kata lain, hutang ke institusi keuangan asing, atau hutang ke negara lain," ungkapnya.
Namun, menurutnya, ini menjadi tidak efisien, karena durasi waktu menjadi 33 bulan hingga terjadi kontrak.
"Tetapi, sesungguhnya kita memiliki alternatif secara domestik. Sebab kita tahu bersama, perbankan dalam negeri, yagn disinyalir memiliki `dana tidur` dalam jumlah besar, sebetulnya adalah sesuatu yang potensial," katanya.
Jadi, bagi Fayakhun Andriadi, daripada menjadi beban Pemerintah untuk membayar SBI, akan lebih bermanfaat jika `dana tidur` itu digunakan membiayai pembelian Alutsista inti TNI, yang bisa dipakai demi menjaga kedaulatan banga.
"Ingat, kasus penangkapan tiga anggota atau petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kita oleh pihak Polisi Air Malaysia yang sungguh memalukan. Mudah-mudahan dengan terpenuhnya MEF (Alutsista inti), hal itu tidak terjadi lagi. Sebab, kita sudah punya kekuatan untuk mengamankan kekayaan sumberdaya alam dari pencurian," ujarnya.
Ia juga mengingatkan, bisa saja nilai kekayaan alam Indonesia yang hilang setahun cukup untuk memenuhi MEF (Alutsista inti) TNI hanya dalam setahun, tidak perlu menunggu bertahun-tahun," katanya lagi.
Berdayakan Perbankan
Jadi, menurut Fayakhun Andriadi, saatnya sekarang Pemerintah dan kita semua memberdayakan Perbankan Nasional untuk mendukung penegakkan kedaulatan serta mengamankan wilayah NKRI dari setiap ancaman asing, termasuk aksi-aksi penjarahan, pencurian kekayaan alam, maupun gangguan di kawasan perbatasan lainnya.
"Kita harus berdayakan Perbankan Nasional, baik dalam hal belanja Alutsista ke industri Alutsista dalam negeri maupun luar negeri (jika ada yang belum bisa kita produksi sendiri). Jadi, pembiayaannya dilakukan secara mandiri, tidak dengan K/E yang amat menguntungkan pihak lembaga keuangan asing," katanya.
Sehingga, demikian Fayakhun Andriadi, martabat dan harga diri bangsa terjaga.
"Artinya, kita bisa memilih (cara pengadaan barang), tidak diperlakukan semena-mena oleh negara mana pun dengan dalih karena memberikan bantuan hutang. Dan yang pasti, harga lebih murah karena membeli dalam jumlah banyak, dan waktu serah terima yang lebih cepat," ujarnya.
Lebih Kuat
Bila MEF bisa diterapkan segera, ia yakin, `negeri jiran` mana pun akan lebih berhati-hati, karena Alutsista inti kita menjadi kuat dan berwibawa.
"Lebih dari itu, maka di sini kita telah mengejawantahkan amanat konstitusi serta harapan para `the founding fathers` serta seluruh rakyat Indonesia menyangkut upaya menjaga harga diri bangsa. Ini (harga diri bangsa) di atas segalanya, dan tidak bisa dinilai dengan uang," tandasnya.
Makanya, menurutnya, implementasi MEF merupakan syarat mutlak.
"Jadi sekali lagi, ini tidak bisa dinilai dengan ukuran materi berupa uang. Karena hal ini menyangkut kedaulatan wilayah NKRI, menyangkut harkat, martabat dan harga diri sebuah bangsa," tegas Fayakhun Andriadi lagi.
Sumber: DEPHAN
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment