KRI Dewa Ruci (kanan), yang sejak 12 Maret lalu melakukan muhibah ke 29 kota di 21 negara, Jumat (19/11), tiba kembali di Jakarta dan berlabuh di Komando Lintas Laut Militer, Tanjung Priok, Jakarta. Dalam muhibah itu, kapal legendaris yang sudah berusia 58 tahun tersebut mengikuti dua perlombaan dan tiga festival kapal layar serta menyabet 23 penghargaan.
SURABAYA, KOMPAS.com - Setelah 8 bulan 11 hari berlayar ke Benua Asia, Afrika, dan Eropa dalam rangka tugas diplomasi, Kapal Perang Latih TNI Angkatan Laut KRI Dewa Ruci, Selasa (23/11/2010) akhirnya bersandar di Dermaga Komando Armada RI Kawasan Timur, Surabaya. Dalam perjalanan diplomasinya ke 29 kota di 21 negara, kapal jenis kapal layar tiang tinggi atau tall ship ini berhasil menyabet sebanyak 23 penghargaan internasional.
Sejak 12 Maret 2010 lalu, KRI Dewa Ruci berlayar menempuh sekitar 27.537 mil menyusuri lautan dan tiga benua. Dalam pelayarannya, selain menjalankan latihan dan praktik berlayar, para kadet dan ABK juga bertugas menjadi duta budaya dan wisata serta duta diplomasi internasional.
KRI Dewa Ruci dioperasikan oleh 88 anak buah kapal (ABK) dan membawa 83 kadet Akademi Angkatan Laut (AAL) tingkat III Angkatan 57. Dalam perjalanannya, mereka berhasil memenangi 23 kejuaraan, antara lain peserta pelayaran terjauh pada The Historical Sea Tall Ships Regatta 2010, penampilan terbaik kirab kota di Volos dan Lavrion, kapal paling spektakuler memasuki pelabuhan di Antwerp, hingga kapal layar tinggi terpopuler di Sail Amsterdam 2010.
Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksamana Muda TNI Bambang Suwarto mengatakan, seluruh ABK dan kadet KRI Dewaruci berhasil menjalankan salah satu tugas TNI, yaitu diplomasi. "Di tengah segala permasalahan yang sedang melanda negeri ini, diplomasi mereka telah membawa nama harum Indonesia di luar negeri," katanya saat menyambut kedatangan para ABK dan kadet KRI Dewa Ruci di Dermaga Armatim, Surabaya.
Saat tiba di Surabaya, beberapa kadet AAL tampak mengenakan pakaian-pakaian tradisional dari berbagai negara yang mereka kunjungi. Sebagian kadet lain juga mengenakan pakaian tradisional Indonesia. Tampak pula piala dan sejumlah penghargaan ditata rapi di geladak KRI Dewa Ruci.
Sebelum berangkat berlayar, para prajurit TNI AL itu telah berlatih berbagai tarian tradisional Indonesia, seperti tarian Rampak Gendang dari Jabar, tarian Saman dari Aceh, tarian Kecak dari Bali, tarian Badinding dari Sumatera, Reog Ponorogo dari Jatim, musik band, hingga pencak silat. Berbagai kesenian itu mereka tampilkan saat berkunjung ke beberapa negara.
Bambang menambahkan, KRI Dewa Ruci setiap tahun menjalani pelayaran muhibah ke berbagai benua dan negara. Kapal buatan tahun 1952 oleh HC Stulchen dan Sohn dari Hamburg, Jerman ini memiliki panjang 58,30 meter, lebar 9,5 meter, draft 4,5 meter, serta berbobot mati 847 ton. Kapal ini dilengkapi dengan sistem navigasi canggih dan terkomputerisasi.
Jauh dari keluarga
Selama menjalani muhibah ke berbagai negara, para prajurit harus rela meninggalkan anak dan istri mereka. Letnan Satu TNI AL Wasis Nindito yang bertugas sebagai Kepala Departemen Logistik harus rela meninggalkan istrinya Seila yang bulan Maret lalu sedang mengandung sekitar enam bulan.
"Tiga bulan berlayar tepatnya saat berlayar di laut Mediterania di sekitar Meksiko, anak saya Lavriona Regitta lahir. Setelah tiba di Surabaya, anak saya sudah berumur lima bulan," kata Wasis sembari berkaca-kaca.
Hal serupa juga dialami, Kopral Satu TNI AL Wakhidin yang langsung menangis saat disambut mertua, istri, dan ketiga putrinya di Dermaga Armatim. Menurutnya, perjalanan berlayar selama berbulan-bulan merupakan pengalaman yang tak terlupakan, dimana salah satu tantangannya adalah jauh dari keluarga.
Sumber : KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment