Jakarta - Serangan terbuka Korea Utara ke Korea Selatan, pada 23 November 2010, bisa memancing pihak-pihak lain untuk terlibat dalam perang tersebut, atau membuka perang di belahan dunia lain. Meski tidak ada lagi Blok Barat dan Blok Timur, namun perang Korea masih memancarkan terjadinya peperangan kedua blok itu. Korea Utara sebagai negara yang masih menganut ideologi komunisme sosialisme, sementara Korea Selatan berwajah negara kapitalisme.
Perang Korea menjadi simbol perlawanan dari kelompok yang selama ini ditindas oleh Amerika Serikat dengan kelompok yang menjadi sekutu Amerika Serikat, sehingga perang Korea itu bisa jadi sangat menarik dan mendapat dukungan dari Iran dan Venezuela. Sebab selama ini Korea Utara, Iran dan Venezuela adalah negara yang merasakan arogansi Amerika Serikat.
Dengan adanya Perang Korea, maka negara yang selama ini mempunyai visi dan misi yang sama untuk melawan ketidakadilan dunia, notabene dilakukan oleh Amerika Serikat, maka negara itu akan mempercepat pembentukan blok baru. Pembentukan blok baru itu bagi mereka adalah sebuah keniscayaan sebab Amerika Serikat sebagai sebuah negara dalam menjalan politik luar negerinya tidak sendiri. Di belakang Amerika Serikat, ada Inggris, Australia dan beberapa negara Eropa lainnya.
Salah satu kemungkinan terjadinya pembentukan blok baru itu adalah persekutuan negara-negara Amerika Latin dan Iran. Rintisan itu sudah dilakukan oleh Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad, Presiden Venezuela Hugo Chaves, Presiden Bolivia Evo Moralles, dan Brasil ketika dipimpin oleh Lula da Silva.
Paling semangat dalam melawan arogansi Amerika Serikat dilakukan oleh Mahmud Ahmadinejad dan Hugo Chaves. Bisa dikatakan hubungan antara Mahmud Ahmadinejad dan Hugo Chaves sebuah hubungan yang unik dan sangat spesial. Di antara kedua pemimpin itu disebut telah mengadakan pertemuan hingga sampai 9 kali. Dalam setiap pertemuan, kedua pemimpin selain menyepakati peningkatan hubungan kedua negara, keduanya secara lantang juga menyerukan perlawanan terhadap kekuatan imperalisme dan globalisasi yang dikemudikan oleh Amerika Serikat.
Perbedaan ideologi dan agama kedua negara bukan menjadi sekat atau hambatan kedua negara untuk bersatu melawan arogansi Amerika Serikat. Setiap kebijakan politik luar
negeri yang dikeluarkan oleh Mahmud Ahmadinejad pasti akan didukung oleh Hugo Chaves, demikian sebaliknya. Ketika Eropa, Amerika Serikat, dan Israel, merasa prihatin atas terpilihnya Mahmud Ahmadinejad dalam pilpres Iran yang lalu, Hugo Chaves justru orang yang mengucapkan selamat atas terpilihnya Mahmud Ahmadinejad.
Dalam pertemuan di Iran, Oktober 2010, Mahmud Ahmadinejad dan Hugo Chaves menyepakati komitmen untuk membangun tata dunia baru guna menghapus dominasi Barat di pentas global. Saat di Teheran, Hugo Chaves bahkan mengatakan, imperialisme (Amerika Serikat) telah memasuki tahap penurunan dan seperti seekor gajah yang sedang menuju pemakaman.
Dalam menggalang kekuatan baru dunia, Mahmud Ahmadinejad tidak hanya bersepakat dengan Hugo Chaves, namun juga dengan Presiden Brasil, saat itu Luiz Inacio Lula da Silva. Dalam sebuah lawatan ke Brasil, Mahmud Ahmadinejad mengatakan, tata dunia baru harus segera dibangun di muka bumi ini. Keinginan Ahmadinejad di Brasil itu sepertinya gayung bersambut sebab Lula da Silva menyambut hangat kedatangan Mahmud Ahmadinejad itu. Bagi Amerika Serikat, sikap hangat Lula da Silva itu secara implisit mendukung program nuklir Iran. Apa yang dilakukan oleh negara bola itu bagi Amerika Serikat sebagai suatu sikap yang tidak pada tempatnya.
Apa yang diinginkan Mahmud Ahmadinejad di Brasil menjadi sebuah kenyataan, saat di Teheran, Iran, pada Mei 2010, bisa menjadi sebuah saksi bangkitnya kekuatan untuk menciptakan tata dunia baru yang selama ini didominasi oleh Barat. Pada bulan itu, Lula da Silva, PM Turki Turki Recep Erdogan, dan Mahmud Ahmadinejad mensepakati pertukaran bahan uranium Iran ke Turki, begitu sebaliknya, dari Turki ke Iran.
Kesepakatan itu otomatis akan 'melawan' kesepakatan sebelumnya, yakni Iran harus mengirim uraniumnya ke Rusia dan Perancis, dan selanjutnya Rusia dan Perancis akan mengirimkan kembali ke Iran. Dengan kesepakatan itu, maka Iran dengan di-back up oleh Brasil dan Turki akan melaksanakan kesepakatan yang baru dan mengacuhkan kesepakatan lama.
Adanya kesepakatan tiga negara tersebut, Brasil-Turki-Iran, membuat Presiden Amerika Serikat Barack Obama menjadi berang. Dalam pembicaraan telepon dengan Erdogan, Obama mengatakan pembahasan rancangan sanksi baru terhadap Iran di forum DK PBB akan terus berlanjut walau ada kesepakatan segitiga itu.
Mengapa Turki, Iran dan negara-negara di kawasan Amerika Latin seolah-olah hendak membentuk semacam aliansi? Faktornya adalah pertama, pemimpin-pemimpin negara di kawasan Amerika Latin banyak yang berlatar belakang berideologi kiri (neososialis). Di Amerika Latin, saat ini banyak tokoh-tokoh yang berhaluan kiri, dari yang radikal sampai moderat, terpilih menjadi kepala negara atau kepala pemerintahan. Banyaknya tokoh kiri menjadi pemimpin membuat Amerika Latin bergerak ke kiri (baru). Kiri yang dimaksud di sini bisa dibaca bebas sebagai pemerintahan sosialis-marxis yang radikal seperti Venezuela, Bolivia, Ekuador, Cuba, ataupun sosialis-demokrat yang moderat semisal Brasil dan Cile. Meski Lula da Silva mengakhiri jabatannya sebagai presiden, sepertinya penggantinya akan meneruskan kebijakan Lula da Silva.
Kedua, di Turki bangkitnya Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP, Adalet ve Kalkinma Partisi) sebagai kekuatan baru yang mampu mengendalikan arah politik dalam dan luar negeri. Kemenangan AKP itu terlihat rakyat Turki setuju amandemen konstitusinya. Selama ini konstitusi yang dibuat oleh para jenderal yang setia kepada ideologi Mustafa Kemal Ataturk tidak menghasilkan tatanan yang demokratis. Kebebasan yang seharusnya dimiliki oleh rakyat dan partai politik pemenang pemilu sering dirampas oleh para tentara dengan alasan yang terkadang sering subjektif.
Ini terjadi ketika pada tahun 1995 ketika Partai Islam Refah yang dipimpin Necmettin
Erbakan memenangi pemilu, kemenangan itu partai Islam itu dicurigai akan mengubah haluan Turki dari sekular menuju negara Islam. Berangkat dari kecurigaan tersebut maka militer pada tahun 1997 melakukan kudeta dengan alasan mengamankan haluan negara.
Keberhasilan AKP dalam menempatkan dirinya, sejak kemenangannya pada Pemilu 2002, di mata Uni Eropa tidak menjadi masalah sebab partai itu bisa diajak kerjasama dalam membangun Uni Eropa. Keseriusan AKP untuk menjadikan Turki bagian dari Uni Eropa menjadikan negara-negara Eropa tidak mengkhawatirkan Turki sebagai sebuah ancaman. Meski Turki berubah haluan itu tidak menjadi masalah sebab Turki sudah menunjukan 'kesetiaannya' kepada Uni Eropa. Turki adalah anggota NATO dan meski mayoritas
berpenduduk Muslim.
Meski AKP ingin menjadi bagian dari Eropa, namun AKP tetap kritis dalam berhubungan
dengan negara-negara Eropa dalam mensikapi masalah nuklir Iran dan Israel. Sikap AKP
di bawah pimpinan Tayyip Erdogan dalam masalah nuklir Iran dan Israel ini menarik
simpati dan sejalan dengan mayoritas keinginan rakyat Turki, yakni melawan kesewenang-wenangan Amerika Serikat, Uni Eropa dan Israel yang melakukan ketidakadilan terhadap negara-negara Islam.
Ketiga, Blok China-Korea Utara. Perang Korea ini bagi Amerika Serikat merupakan sebuah pilihan yang sulit. Secara kepentingan, baik ideologi dan ekonomi, pasti Amerika Serikat mendukung Korea Selatan, namun tidak mudah bagi Amerika Serikat untuk menerjunkan bantuan militer dan alutsistanya kepada Korea Selatan. Bila Amerika Serikat secara vulgar menggelar kekuatan militernya untuk mendukung Korea Selatan dalam melawan Korea Utara, maka hal demikian akan memancing China untuk juga terlibat dalam perang itu. Sebagai sekutu lama dan seideologi komunis-sosialis, tentu China akan mendukung Korea Utara.
Apa yang dilakukan Turki, China, Iran, Korea Utara, Brasil, Venezuela, Bolivia dan negara lain yang sefaham dengan negara-negara itu merupakan sebuah sikap positif untuk membentuk tatanan dunia baru. Setidak-tidaknya mencegah kesewenangan-wenangan Amerika Serikat dan sekutunya terhadap negara lain.
Sumber: DETIK
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment