Matahari belum menampakkan diri di Bubulak, pinggiran Bogor. Jarum jam baru menunjukkan pukul 05.30. Tapi Wahyudi Hasbi sudah buru-buru meninggalkan rumahnya dengan mobil dinas Avanza. Setelah bertemu dengan empat rekannya, ia tancap gas melewati jalan tol Jagorawi menuju Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta.
Wahyudi bukan buru-buru hendak pulang kampung menggunakan pesawat Cessna sewaan yang sudah menunggu di sana. Tapi ia dan empat rekannya-termasuk dua orang Jerman ahli kamera satelit-ingin melakukan uji coba kamera yang akan dipasang di satelit Lapan A3 (Lapan-Orari). "Kami melakukan dua kali," katanya menuturkan pengujian yang ia lakukan beberapa waktu silam.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) sedang membuat dua satelit yang akan diluncurkan bersamaan sekitar setengah tahun lagi. Keduanya adalah satelit Lapan A3, yang dikenal juga sebagai Lapan-Orari, serta Lapan A2. Kedua satelit ini bakal menjadi satelit pertama yang dirancang dan dirakit di dalam negeri.
Uji coba dan pemasangan modul untuk dua satelit itu terus dijalankan, termasuk pekan lalu di kawasan Ancol, Jakarta. "Kami menguji perangkat AIS," kata chief engineer untuk program La-pan A3 itu. AIS atau Sistem Identifikasi Otomatis Maritim adalah peranti yang diwajibkan Organisasi Maritim Internasional (IMO) bagi kapal berbobot di atas 300 ton.
Pemancar relai AIS biasanya di darat dengan jangkauan hanya 50 mil laut (92 kilometer). Lapan berniat memasang relai AIS di satelitnya sehingga bisa dibaca dengan jangkauan lebih luas. Di Ancol, mereka merekam data kapal yang mondar-mandir di sekitar Pela-buhan Tanjung Priok.
Proyek pembuatan satelit kembar itu merupakan lanjutan dari satelit pertama buatan Indonesia yang dirakit melalui kerja sama dengan Technical University of Berlin (TUB), Jerman, yakni Lapan-TUBSat. Lapan-TUBSat bekerja sangat baik, bahkan melebihi harapan, sampai saat ini.
Saat pembuatan Lapan-TUBSat di Jerman, para insinyur Lapan serius mempelajari teknik dan seluk-beluknya. "Kontraknya memang termasuk transfer teknologi," kata Kepala Bidang Teknologi Ruas Bumi Dirgantara La-pan Chusnul Tri Judianto.
Keberhasilan merakit Lapan-TUBSat membuat para ilmuwan itu yakin bisa membuat sendiri. Mereka pun menyusun program membuat satelit Lapan A2 dan Lapan A3, yang merupakan turunan Lapan-TUBSat-satelit yang dalam pendaftaran resmi di Uni Telekomunikasi Dunia disebut satelit Lapan A1.
Meski turunan, satelit kembar yang dirancang dan dirakit di Pusat Teknologi Elektronik Dirgantara Lapan di Rancabungur, pinggiran Bogor, itu berbeda dengan Lapan-TUBSat. Perbedaan pertama adalah garis lintasannya. Lapan-TUBSat membuat garis orbit dari utara ke selatan alias kutub ke kutub, sedangkan A2 dan A3 mengikuti garis khatulistiwa.
Dengan lintasan dari kutub ke kutub, hanya empat kali sehari satelit lewat di atas langit Indonesia. Dengan lintasan melintang mengikuti khatulistiwa, satelit A2 dan A3 bakal setidaknya 14 kali sehari lewat Indonesia sehingga bisa bekerja lebih banyak menghasilkan data. Selain beda lintasan, satelit kembar ini tidak berbeda jauh dengan La-pan-TUBSat. "Kita tidak mau bereksperimen terlalu jauh," kata Chusnul.
Lapan A2 dan A3 hampir mirip. Hanya, A2 menggunakan kamera video sebagai alat utama, sedangkan A3 menggunakan kamera foto yang akan memotret bumi. Satelit A3 ini juga dimaksudkan sebagai alat bantuan bencana sehingga menjadi alat relai radio amatir Orari. Pertimbangannya sangat sederhana. "Saat bencana di tempat terpencil, biasanya Orari itu yang paling cepat masuk," kata Chusnul.
Lapan sudah menjadwalkan peluncuran pada tahun ini dan, seperti satelit Lapan-TUBSat, akan menumpang roket India. Peluncuran dari India menguntungkan karena mendapat diskon harga. Biaya numpang satelit itu mestinya sekitar Rp 1 miliar, tapi kemudian didiskon separuhnya. Harga ini didapat karena India menumpang Indonesia mengendalikan satelit mereka dari Biak.
Sebelum dirakit, mereka ingin memastikan semua modul berjalan baik. Mereka tidak ingin mengalami nasib seperti Malaysia dan satelit buatannya, RazakSat-tidak jelas hasilnya setelah diluncurkan 2009. RazakSat semestinya sudah mengirim gambar tahun lalu, tapi sampai sekarang tidak ada beritanya.
Sumber: TEMPO
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment