Pangdam XVII Cenderawasih, Mayjen Hotma Marbun, Selasa (19/10), mengecek pasukan satgas Yonif 141 yang akan bertugas di perbatasan Indonesia-Papua Niugini.
JAYAPURA, KOMPAS.com — Pasukan penjaga wilayah perbatasan Indonesia-Papua Niugini mengalami penyegaran. Sejumlah 1.300 anggota TNI dari dua batalyon akan ditempatkan di pos-pos perbatasan untuk menggantikan anggota sebelumnya. Mereka diharapkan bertindak berani dan waspada akan kerawanan keamanan perbatasan yang setiap waktu mengintai.
Penyambutan dan pembekalan dua batalyon yang akan bertugas ini mulai dilakukan pada Selasa (19/10/2010) di Lapangan Bumi Perkemahan Waena Jayapura, Papua, oleh Panglima Kodam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Hotma Marbun. Kegiatan ini dihadiri pula oleh Wakil Gubernur Papua Alex Hesegem dan beberapa anggota muspida.
Satuan Tugas Batalyon Infanteri 141/Aneka Yudha Jaya Prakosa (AYJP) Sumatera Selatan menggantikan Satuan Tugas Batalyon Infanteri 527/Baladibya Yodha (BY) Jawa Timur dan Satuan Tugas Batalyon Infanteri 330/Tri Dharma (TD) Kostrad Jawa Barat menggantikan Satuan Tugas Batalyon Infanteri 713/Satya Tama (ST) Gorontalo. Kedua batalyon ini akan menggantikan batalyon sebelumnya yang bertugas di bagian utara Papua (Jayapura hingga Pegunungan Bintang).
Pekan depan, akan datang lagi dua satuan tugas yang akan bertugas di wilayah Selatan (Boven Digoel hingga Merauke). Mereka adalah Satgas Yonif 132/Bima Sakti (BS) dari Aceh dan Satgas Yonif 405 dari Jawa Tengah. Mereka akan menjaga perbatasan RI-Papua Niugini sepanjang 780 kilometer. Perbatasan ini melintang dari wilayah Skouw di Jayapura (utara) ke Muara Sungai Bensbach di Merauke (selatan). Perbatasan ini hanya ditandai dengan 52 patok batas atau monumen meridian dengan kondisi medan hutan belantara, pegunungan, dan sungai sehingga sulit ditempuh melalui jalan darat.
Saat memeriksa satgas perbatasan, Mayjen TNI Hotma Marbun menanyakan kepada prajurit tentang status perkawinan, asal daerah, dan berapa kali bertugas. Dari sejumlah pasukan baik bintara maupun perwira, Pangdam mendapatkan laporan bahwa ternyata 60 persen anggota pasukan masih lajang. Meski demikian, Hotma berpesan kepada prajurit agar menjaga kelakuan dan diri dari penyakit HIV/AIDS.
"Kalian harus mampu menghindarinya dengan cara pengendalian diri dan melakukan cara hidup sehat dan selalu taat terhadap norma-norma agama yang kalian yakini," ucapnya.
Seperti pernah diberitakan, Hotma Marbun juga membongkar adanya 144 anggota TNI di Papua mengidap penyakit HIV/AIDS. Hal ini sengaja dibuka Pangdam untuk semakin membuka kewaspadaan anggota akan bahaya penyakit yang bisa ditularkan melalui hubungan seks bebas dan berganti-ganti pasangan.
Perbatasan rawan
Pangdam XVII mengatakan, wilayah perbatasan ini memiliki kerawanan yang cukup tinggi. "Antara lain sering digunakan sebagai daerah penyelaman basecamp dan basis operasi oleh gerombolan pengacau keamanan untuk melakukan penyerangan terhadap pos-pos TNI/Polri," ucapnya. Meski begitu, dikatakannya, dalam setahun ini kelompok kriminal bersenjata di perbatasan tidak lagi berulah.
Dijelaskan pula, daerah perbatasan sering digunakan sebagai pelintas batas tradisional warga antardua negara yang masih memiliki kekerabatan adat. Hal ini juga menjadi kerawanan karena dapat dimanfaatkan oleh anggota gerakan bawah tanah atau clandestine untuk melancarkan aksi provokasi dan pengaruh negatif terhadap masyarakat setempat.
"Selain itu, wilayah perbatasan juga rawan terjadi tindak kriminal seperti penyelundupan, jual beli senjata maupun amunisi dan merupakan wilayah yang dapat digunakan untuk kegiatan infiltrasi/eksfiltrasi intelijen asing ke wilayah Papua," ucapnya.
Karena itu, Hotma Marbun memerintahkan satuan tugas perbatasan ini untuk intensif berpatroli dan memeriksa patok batas. Selain itu, ia mengharapkan prajurit perbatasan melakukan pembinaan terhadap masyarakat sekitar perbatasan untuk meningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara. Ditegaskan Pangdam, prajurit diperintahkan tidak ragu-ragu bertindak jika terjadi gangguan keamanan yang membahayakan pos dan nyawa prajurit.
"Janganlah kalian takut pada hukum dan HAM. Karena hukum dan HAM bukan untuk ditakuti, tetapi untuk ditaati. Apabila selama bertugas kita dapat menaati hukum dan peraturan yang berlaku, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan akan terjadinya pelanggaran," ucapnya.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment