Anggota Polri yang tergabung dalam Unit Kepolisian Berkualifikasi Khusus (Formed Police Unit/ FPU) Indonesia III memanfaatkan waktu bersama keluarga seusai upacara pelepasan keberangkatan 140 personel FPU Indonesia III ke Sudan di lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta, Rabu (13/10).
Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Komisaris Jenderal Yusuf Manggabarani, pekan lalu di lapangan Bhayangkara Markas Besar Polri, Jakarta, menyalami satu per satu 140 anggota polisi yang akan diberangkatkan ke Sudan. Mereka adalah personel Unit Kepolisian Berkualifikasi Khusus atau Formed Police Unit Indonesia III, yang akan mengemban misi Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu menjaga perdamaian di Sudan.
Sebelum terbentuk FPU Indonesia III, Polri sebenarnya telah lama terlibat aktif dalam berbagai misi perdamaian dunia, yang dikenal dengan nama kontingen Garuda Indonesia. Tahun 1989-1990 di Namibia, 1992-1993 di Kamboja, 1993-1994 di Mozambik, tahun 1994-1995 di Kroasia, tahun 1996-1998 di Slavonia Timur, tahun 1996-2002 di Bosnia, dan tahun 2002 di Afganistan.
Akan tetapi, sejak Polri berpisah dengan TNI, anggota Bhayangkara yang melaksanakan misi perdamaian dunia mulai mengenal nama Garuda Bhayangkara. Misalnya, misi di Afganistan adalah Garuda Bhayangkara I.
Menjalankan tugas negara dan misi perdamaian dunia menjadi kebanggaan bagi anggota Polri yang ikut dalam misi itu. Sebelum melaksanakan misi, banyak hal yang harus dipersiapkan.
Kepala Biro Kerja Sama Operasi dan Latihan Mabes Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Salamuddin mengatakan, sebelum mengikuti misi internasional, anggota harus lulus beberapa tes, seperti psikologi, kesehatan, dan fisik.
”Keikutsertaan anggota dalam misi internasional memiliki banyak keuntungan,” kata Boy. Keuntungan itu, antara lain, anggota semakin memahami prinsip dan penerapan hak asasi manusia. Selain itu, anggota juga semakin mengetahui teknik kepolisian melalui interaksi dengan anggota polisi negara lain yang menjalankan misi yang sama.
Meskipun memiliki keuntungan, misi perdamaian juga merupakan tugas yang tidak ringan. Anggota misi perdamaian harus meninggalkan keluarga selama setahun dengan sekali cuti.
Anggota yang tergabung dalam FPU Indonesia III, Deddy Puhiri, mengungkapkan, di Sudan, komunikasi dengan keluarga dapat dilakukan dengan e-mail atau Facebook. ”Kalau telepon, bisa mahal,” katanya.
Meskipun ditinggalkan cukup lama, keluarga tentu dapat sedikit memperoleh ”pelipur lara” saat anggota misi perdamaian itu kembali. Mengapa? Karena selama bertugas, anggota misi perdamaian mendapat uang saku atau tunjangan dari PBB.
”Besarnya mencapai 1.500 dollar AS per bulan,” kata Boy. Tunjangan itu diterima bersih oleh anggota karena biaya makan, transportasi, termasuk akomodasi di tempat bertugas, menjadi tanggungan PBB. Di sana, tim misi perdamaian dari setiap negara telah mendapat base camp, kantor, dapur, dan sarana olahraga sendiri.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment