INILAH.COM, Jakarta - Aktivis lingkungan Greenpeace menyatakan kecewa dan prihatin atas perlakuan TNI Angkatan Laut terhadap kapal milik mereka, Rainbow Warrior. TNI AL menghalau Rainbow Warrior sehingga tidak bisa masuk ke Indonesia.
Dalam situsnya, Greenpeace Indonesia menyatakan pada Rabu (20/10/2010), dua kapal TNI AL memerintahkan Rainbow Warrior keluar dari perairan Indonesia yang saat itu sedang berusaha mendapatkan suplai darurat. Kapal TNI AL itu kemudian 'mengawal' Rainbow Warrior bahkan saat kapal ini sudah berada di perairan internasional, yang bertentangan dengan hukum internasional
Greenpeace juga menyatakan kapal kampanye damai itu rencananya akan berlabuh di Jakarta minggu lalu dalam rangkaian "Turn the Tide" Asia Tenggara untuk mempromosikan kesadaran lingkungan dan solusi, terutama dalam mengatasi perubahan iklim dan penghancuran hutan
"Hanya beberapa bulan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyambut baik kerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat, termasuk Greenpeace, terutama dalam mengatasi perusakan hutan. Kami sangat kecewa dengan insiden ini dan berpendapat bahwa sikap pemerintah terhadap Rainbow Warrior bertentangan dengan prinsip demokrasi Indonesia dan kebebasan berpendapat, ujar Nur Hidayati, Country Representative Greenpeace di Indonesia dalam keterangan persnya, Kamis (21/10/2010).
Ini adalah kali pertama kapal Greenpeace ditolak masuk Indonesia. Di masa lalu, Rainbow Warrior dan kapal Greenpeace lain diizinkan masuk, sehingga bisa bekerja sama dengan kelompok-kelompok lokal. Bahkan, bekerja sama dengan pemerintah dalam mengungkap dan mencegah masalah-masalah lingkungan, termasuk menghentikan dumping limbah beracun ke Indonesia.
Selain itu, Rainbow Warrior juga membantu terwujudnya hasil positif di Konferensi PBB Mengenai Perubahan Iklim di Bali pada 2007. Rainbow Warrior juga pernah terlibat dalam kerja penanggulangan bencana tsunami Aceh pada 2004.
Beberapa tahun terakhir Greenpeace memang gencar mengungkap perusakan hutan oleh beberapa perusahaan minyak kelapa sawit dan bubur kertas terhadap hutan hujan dan lahan gambut kaya karbon. Perusakan hutan ini menjadi salah satu pemicu perubahan iklim serta mengancam spesies seperti orang utan dan harimau Sumatra ke arah kepunahan.
Perusakan hutan juga mempunyai dampak signifikan terhadap hak-hak serta kepemilikan tanah masyarakat adat, menyebabkan konflik sosial.
Sumber: INILAH
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment