Pengamat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Ikrar Nusa Bhakti di Makassar, Rabu, mengatakan, dalam hal ini, ASEAN Security Community harus mampu menstabilkan kondisi hubungan internasional di kawasan Asia Timur, termasuk Australia.
"Pada tingkatan regional Asia Pasifik, tampak jelas bahwa betapa hegemoni Amerika Serikat semakin menurun, dan membuat sejumlah negara Asia Pasifik, seperti China, India, dan Australia semakin memperkuat kapabilitas pertahanan yang cukup tingi," terangnya.
Bahkan, kata dia, dalam Buku Putih Pertahanan Asutralia tahun 2009, sudah mengisyaratkan kesiapannya untuk membangun kekuatan pertahanan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya Perang Pasifik II pada tahun 2030.
Negara-negara tersebut telah memiliki rencana strategis pembangunan militer dan cenderung membeli alutsista untuk tujuan-tujuan ofensif, seperti kapal induk, kapal selam, kapal perusak, dan pesawat tempur.
"Jika ASEAN Security Community tidak siap untuk membendung potensi ini, maka hal yang paling ditakutkan bisa saja terjadi," tuturnya.
Menurut dia, hal ini sudah menjadi konsekuensi dari perubahan arsitektur dunia yang baru.
Namun, ia menilai, ASEAN masih cenderung lamban bergerak untuk membahas isu mengenai keamanan tradisional, yang dikarenakan faktor sejarah dan perkembangan kerja sama internasional.
ASEAN sendiri masih terus berupaya membangun tiga komunitas, yaitu komunitas keamanan, komunitas ekonomi, dan komunitas sosial budaya dan satu lagi bangunan yang sedang berjalan yaitu East Asia Summit (EAS).
"Yang menjadi tugas berat saat ini adalah bagaimana Indonesia sebagai ujung tombak ASEAN bisa mengajak negara-negara anggota untuk mewujudkan cita-cita dalam tiga komunitas tersebut yang pada akhirnya mampu membendung prediksi Perang Pasifik II," ungkapnya.
Selain itu, ASEAN juga dapat menjadi pengarah dari berbagai pertemuan puncak regional Asia Timur yang tidak dikendalikan oleh negara besar di luar Asia Timur.
Sumber: ANTARA
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment