"Kemenlu RI harus segera merancang klausul kerjasama bilateral itu seperti halnya telah dilakukan dengan pemerintah Australia melalui `Lombok Treaty`," katanya saat berkunjung di Pacitan, Jawa Timur, Minggu.
Kerjasama bilateral semacam itu menurut Pohan dinilai sangat penting untuk meminimalisir ancaman keamanan negara di negara lain.
Contoh konkretnya adalah kasus digelarnya sidang tuntutan organisasi Rakyat Maluku Selatan (RMS) yang meminta Pengadilan Den Haag menangkap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat berkunjung ke Belanda, 5 Oktober lalu.
"Perjanjian bilateral di bidang hankam semacam ini memungkinkan pemerintah RI untuk menekan ruang gerak kelompok separatis di luar negeri," ujarnya.
Perjanjian Lombok ("Lombok Treaty") itu sendiri meliputi 21 area kerjasama untuk 10 bidang.
Di antaranya adalah kerjasama di bidang pertahanan, keamanan laut, keselamatan dan keamanan penerbangan, terorisme, penegakan hukum, dan intelijen.
Dengan kesepakatan seperti itu, diharapkan negara-negara sahabat tidak lagi menjadi basis gerakan separatisme.
Sebab, diakui atau tidak hal itu menjadi ganjalan dalam konteks hubungan antarnegara.
Sebagaimana diketahui, lanjut Pohan, negara Australia dahulu pernah digunakan sebagai pusat gerakan separatis Timor Leste sebelum akhirnya meraih kemerdekaan saat masa pemerintahan Presiden BJ Habibie.
Tidak adanya perjanjian kerjasama bilateral antara RI-Australia saat itu membuat sejumlah kelompok gerakan separatis tumbuh subur.
"Aktivitas kelompok separatis di Australia selanjutnya bisa dicegah setelah pemerintah RI membangun kerjasama bilateral melalui `Lombok Treaty` tersebut," kata Pohan menjelaskan.
Dalam perjanjian itu, khususnya pada pasal 2 ayat 3 disebutkan bahwa masing-masing pihak tidak akan mendukung dalam bentuk apapun dalam kegiatan-kegiatan yang bisa menjadi ancaman stabilitas, kedaulatan, maupun intergitas teritorial negara lain.
"Termasuk menggunakan wilayahnya untuk mendorong atau melakukan kegiatan-kegiatan separatisme di wilayah pihak lain," katanya.
Kerjasama bilateral seperti telah dilakukan dengan pemerintah Australia semacam inilah yang diharapkan Pohan bisa diterapkan dengan pemerintah Kerajaan Belanda.
"Antisipasi harus secepatnya dilakukan karena sepertinya saat ini gerakan RMS masih berkembang di sana," kata Pohan.
Sumber: ANTARA
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment