JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk pengadaan enam pesawat tempur jenis Sukhoi yang dibeli dari Rusia, pemerintah harus merogoh dana sekitar 300 juta dollar Amerika Serikat.
Memang, harganya jadi cukup mahal. Akan tetapi, mempertahankan negara ini, kan,
Dengan demikian, harga per satu unit pesawat Sukhoi mencapai sekitar 50 juta dollar AS. Namun, pembelian pesawat tempur tersebut, tidak termasuk kontrak pembelian jenis senjata tempurnya. Sebab, pengadaan senjata harus dilakukan dengan kontrak berbeda.
Hal itu diakui Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menjawab pers, seusai menghadiri pelantikan Panglima TNI yang baru Laksamana TNI Agus Suhartono dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksdya TNI Poernomo di Istana Negara, Jakarta, Selasa (28/9).
"Memang, harganya jadi cukup mahal. Akan tetapi, mempertahankan negara ini, kan, memang tidak murah. Namun, devisa yang kita miliki, kan, juga cukup besar, yaitu sampai 78 juta dollar AS," tandas Purnomo.
Menurut Purnomo, dana yang digunakan untuk enamm pesawat Sukhoi itu melalui fasilitas kredit ekspor (KE) yang berasal dari dana sindikasi tiga bank dalam negeri, yaitu Bank Mandiri, Bank BNI 46 dan Bank Rakyat Indonesia. "Dana APBN-nya hanya sebesar 15 persen, yakni untuk lokal content-nya saja," tambahnya.
Adapun, kata Purnomo, penggunaan dana devisa negara yang mencapai 78 juta dollar AS, harus seizin Menteri Keuangan terlebih dulu. Diakui Purnomo, harga per unit pesawat jenis Sukhoi sekitar 50 juta dollar AS itu baru termasuk rak untuk pemasangan senjata dan bom yang akan melengkapinya.
"Jadi, kalau mau pasang senjata dan bom-nya, harus cari sendiri. Kita bisa mencarinya dari mana saja. Tidak harus dari Rusia," lanjutnya.
Purnomo mengakui, setiap jenis pesawat Sukhoi dilengkapi dengan empat rak untuk penempatan senjata dan pembom-nya. Sukhoi bisa digunakan untuk pertempuran udara maupun aksi pemboman wilayah musuh.
Target dua kapal selam
Lebih jauh, Purnomo mengakui dari enam kapal fregat yang dicita-citakan TNI Angkatan Lau, akan dibangun PT PAL, Surabaya, Jawa Timur, ternyata pemerintah baru mampu merealisasi satu unit saja.
Sementara, di tempat yang sama, Laksdya TNI Poernomo mengakui kepada Kompas, akhir tahun ini korpsnya berusaha menyelesaikan kontrak bagi pembangunan dua kapal selam samudra. Jika terwujud, pihaknya akan mengajukan kepada Kementerian Kehutanan.
Namun, ia belum mau merinci dengan negara mana pembangunan dua kapal selam samudra tersebut dilakukan. "Kalau akhir tahun ini kontraknya sudah ditandatangani, pembuatan kapal selamnya bisa berlangsung selama tiga tahun," kata Poernomo.
Poernomo menambahkan, sebagai KSAL yang baru, ia akan melanjutkan program yang dirintis oleh KSAL sebelumnya, yaitu Agus Suhartono. "Program Pak Agus kan belum selesai. Jadi, saya harus melanjutkan program alat utama sistem kesenjataan (alutsista), peningkatan profesionalisme, kesejahteraan anggota dan efisiensi anggara," demikian Poernomo.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment