"Teknologi lebih mengarah pada menjual kepercayaan," ujar Wakil Menteri Pertahanan yang juga Sekretaris Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), Sjafrie Sjamsoeddin saat berkunjung ke PT PAL, PT Dirgantara Indonesia dan PT Pindad, baru-baru ini.
Potensi pasar di dalam negeri sudah lebih dari cukup untuk mendorong industri pertahanan skala besar. Karena itu, komitmen pemerintah membangkitkan industri pertahanan akan menjadi nafas baru untuk mendongkrak perekonomian nasional yang berorientasi pada pro peningkatan kesejahteraan rakyat sekaligus membuka lapangan kerja.
Namun, seperti diakui Direktur Utama PT PAL Indonesia Harsusanto, produksi industri pertahanan dalam negeri belum mendapat perhatian dan kecintaan dari instansi pemerintah di pusat maupun di daerah. Seperti yang dialami PT DI, 60 persen kontrak pesanan yang datang ke PT DI berasal dari luar negeri. Pesanan pembuatan kapal yang diterima PT PAL sebagian besar datang dari perusahaan luar negeri, baik untuk pembuatan kapal maupun komponen.
"Kecuali Kemenhan dan TNI, relatif minim pesanan dari instansi pemerintah pusat, daerah maupun perusahaan swasta nasional dan BUMN yang memesan dari sini, meskipun instansi-instansi tersebut punya kebutuhan utama terhadap kapal," ujarnya.
Misalnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) maupun pemerintah daerah dan perusahaan swasta di bidang angkutan laut.
Pasar Dalam Negeri
Pasar di dalam negeri punya potensi yang cukup untuk menggerakan roda industri pertahanan dalam negeri hingga mencapai skala internasional. Potensi pasar di dalam negeri sudah lebih dari cukup untuk menghidupkan PT DI, PT PAL dan PT Pindad untuk menjadi industri pertahanan skala besar. Di luar Kemenhan, masih banyak banyak instansi pemerintah pusat dan daerah serta perusahaan swasta yang "wajib" memiliki operasional transportasi udara pesawat terbang maupun helikopter.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pindad, Adik A Soedarsono mengatakan, industri pertahanan perlu didukung instrumen industri lain di dalam negeri sebagai pemasok bahan-bahan baku pembuatan alutsista dan non-alutsista.
"Sebagian besar bahan kami peroleh dari luar (negeri). Bahan di dalam negeri belum ada yang memenuhi kualifikasi seperti persyaratan kebutuhan user (pengguna). Selain kualitas masih berada di bawah, harga yang dipatok industri dalam negeri lebih mahal," ujarnya.
Tanpa ragu-ragu, Andik mengevaluasi kualitas baja produksi PT Krakatu Steel untuk bahan bodi panser Cannon dan Anoa 6x6 buatan PT Pindad. Masih lebih baik kualitas dari Israel, bahkan harganya lebih murah. Andik sambil memperlihatkan kualitas baja PT Krakatau Steel dan kualitas baja perusahaan baja di Israel kepada Sjafrie.
Komitmen dan keseriusan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan untuk membangun kapal perang canggih dan berteknologi tinggi sebagai kapal perang perusak kawal rudal (PKR) akan menjadi simbol kebangkitan industri pertahanan.
PKR yang akan menghabiskan biaya 220 juta dolar AS atau senilai Rp 1,9 triliun itu (kurs Rp 9.000/ dollar AS), bukan saja menjadi kebanggaan PT PAL dan Kementerian Pertahanan, melainkan juga kebanggaan PT DI dan PT Pindad untuk berpacu memproduksi alutsista dan non-alutsista.
"Ini pilot project pemerintah. Proyek ini menjadi jembatan untuk ke depan membangun dan terus membangun. Misalnya rencana membangun kapal selam canggih, membangun pesawat tempur dan alutsista di darat," ujar Sjafrie.
Selain memprimadonakan panser Anoa 6x6, PT Pindad akan memproduksi kendaraan taktis (rantis) dan kendaraan tempur.
Sumber: SUARA KARYA
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment