Dalam penyerangan ke Markas Polsek Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumut, pelaku juga memakai senjata SS-1. Pada perampokan ATM di Sumbar, pelaku memakai beragam senjata api.
”Jika melihat kalibernya, memang bisa diasosiasikan sebagai milik TNI. Sejauh ini kami sudah mengecek gudang di semua satuan dan tidak ada senjata yang hilang,” papar Agus seusai menjalani upacara pelepasan dengan prajurit Korps Marinir di Bhumi Marinir Karangpilang, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (29/9).
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta TNI dan Polri memeriksa gudang senjata mereka terkait maraknya kejahatan, bahkan diduga terkait terorisme, yang memakai senjata api (Kompas, 24/9).
Terkait aksi teroris yang marak kembali, Agus menegaskan, TNI memiliki pasukan khusus yang siap diturunkan. Pasukan itu bisa bekerja sama dengan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Ia juga meminta prajurit TNI meningkatkan solidaritas dan soliditasnya, baik dengan sesama anggota korps maupun anggota institusi lain, seperti Polri.
BNPT tugas deradikalisasi
Di Jayapura, Papua, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menuturkan, selain berfungsi untuk mengoordinasikan penindakan atas kasus terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terutama berfungsi menderadikalisasi ajaran yang mengarah pada terorisme. Untuk itu, BNPT bekerja sama dengan sejumlah tokoh agama dan tokoh masyarakat.
”Salah satu pihak yang diajak bekerja sama adalah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan rektornya Pak Komaruddin Hidayat,” kata Djoko, Rabu. Ia bersama Menko Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono serta Menko Perekonomian Hatta Rajasa ke Papua dan Papua Barat hingga Kamis ini.
Tentang organisasi BNPT, Djoko menjelaskan, badan itu adalah perluasan dari Desk Antiteror yang selama ini melekat pada Kantor Menko Polhukam. Sejak Juli 2010, BNPT yang dibentuk dengan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 bertanggung jawab kepada Presiden. Program BNPT sudah berjalan, terutama deradikalisasi untuk mencegah tindakan terorisme.
Program lain adalah penindakan terorisme melalui pendekatan hukum yang dilakukan Polri melalui Densus 88 Antiteror. Komando penindakan juga di tangan Kepala Polri, bukan BNPT. BNPT hanya bersifat koordinatif.
Mengenai pelibatan TNI dalam penanganan terorisme, Djoko menjelaskan, BNPT bukan badan operasional, melainkan lebih ke koordinasi dan pembuatan kebijakan. ”Penindakan tetap oleh Densus 88, tetapi perlu bersinergi dengan satuan antiteror di TNI,” katanya.
Di Jakarta, Kepala BNPT Ansyaad Mbai dan Deputi VII Bidang Komunikasi dan Informasi Menko Polhukam Sagom Tamboen, Rabu, menjelaskan, BNPT akan membentuk satuan tugas penanggulangan terorisme. Dalam satuan tugas itu, beberapa institusi keamanan, seperti Densus 88 Antiteror Polri, satuan antiteror TNI, Badan Intelijen Negara, termasuk kementerian teknis, akan dilibatkan mulai dari pencegahan sampai penindakan.
”BNPT berfungsi sebagai crisis center, yaitu sebagai fasilitas bagi Presiden untuk mengambil keputusan terkait penanggulangan terorisme,” kata Ansyaad.
Ansyaad menambahkan, kini BNPT sedang melakukan perekrutan personel untuk mengisi berbagai jabatan yang ada. ”Personel itu perlu diminta kepada Polri dan TNI, jadi memerlukan waktu,” katanya.
Tergantung polisi
Wakil Ketua MPR dari Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saifuddin di Jakarta, Rabu, mengingatkan, keterlibatan satuan TNI dalam penuntasan terorisme harus menunggu permintaan dari kepolisian. Ini karena pemberantasan terorisme merupakan tugas polisi.
Saan Mustopa, anggota Komisi III DPR, juga berpendapat, polisi masih bisa menangani sejumlah aksi teror. Bahkan, keberhasilan Densus 88 Antiteror dalam mengungkap kasus terorisme selama ini juga diakui internasional.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment