Jakarta - Robert E Kelley, seorang ilmuwan nuklir Amerika Serikat, melaporkan hasil investigasinya. Diduga Junta Militer Burma kini tengah mengembangkan senjata nuklir.
"Mereka menambang uranium. Bukan untuk keperluan medis, pembangkit listrik tetapi kemungkinan untuk senjata nuklir," ujar Kelley dalam diskusi soal Ambisi Nuklir Burma di Hotel Akmani, Jl Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Kamis (28/10/2010).
Kelley merupakan mantan direktur di international Atomic Energy Agency (IAEA). Dia memiliki 30 tahun pengalaman di US Nuclear Complex. Kelly juga memiliki pengalaman lapangan menginpeksi senjata nuklir di Irak, Afrika Selatan dan Libia.
"Untuk Burma, kami memiliki data-data dari sumber yang kuat. Kami juga memiliki foto-foto yang jelas menggambarkan aktivitas ini," terang Kelly.
Diduga para insinyur Burma dikirim dan dilatih di Rusia. Korea Utara pun diduga memberikan bantuan pada Burma untuk program ini.
Menurut seorang pengamat pertahanan dan peneliti asal Burma, Maung Zarni, program Nuklir Burma ini merupakan ambisi dari junta militer sebagai pertahanan luar negeri. Dengan senjata nuklir, junta merasa lebih aman untuk terus menerus melanggar ketentuan internasional soal HAM.
"Mereka tidak butuh nuklir untuk keamanan dalam negeri. Tapi agar mereka merasa lebih aman menghadapi dunia internasional," terang Zarni.
Zarni menjelaskan adanya nuklir di satu kawasan mengancam negara-negara sekitarnya. Kemungkinan perang nuklir atau penanganan reaktor yang tidak tepat akan membahayakan negara-negara di sekitarnya.
"Karena itu anggota ASEAN yang lain harus duduk bersama untuk meyakinkan Burma bahwa masalah nuklir bukan masalah internal Burma saja, tetapi ini membahayakan ASEAN," terang ahli dalam bidang militer Burma ini.
Zarni pun optimistis kepemimpinan Indonesia di dalam ASEAN mampu menyelesaikan persoalan ini. "Indonesia adalah negara besar dan negara yang demokratis. Dengan kepemimpinannya, saya yakin banyak yang bisa dilakukan," tutup dia.
Sumber: DETIK
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment