JAKARTA, KOMPAS.com- Keikutsertaan delegasi Indonesia dalam pertemuan para pemimpin badan penjaga pantai di Shanghai dua pekan lalu memberikan pegaruh penting. Setiadaknya pertemuan bisa menerima usulan Indonesia tentang perlunya peningkatan kerja sama lebih intensif di bidang capacity building, terutama kualitas sumberdaya manusia.
Selain itu, ditekankan pula perlunya ditumbuhkan kewaspadaan di laut, tidak hanya bagi pemerintah, tetapi juga untuk pengguna laut, terkait dengan kejahatan di laut (unlawful act).
Demikian siaran pers yang diterima Kompas.com dari Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Rabu (27/10/2010).
Menurut siaran pers itu, delegasi Indonesia ke pertemuan HACGAM (Head of Asian Coast Guard Agencies Meeting) ke-6 yang diselenggarakan di Shanghai, Kamis (14/10), itu dipimpin Kepala Pelaksana Harian Bakorkamla Laksdya Didik Heru Purnomo.
Usulan Indonesia itu muncul dalam pernyataan bersama (joint statement) HACGAM yang dihadiri oleh 17 negara peserta. Selain Indonesia, hadir Bangladesh, Brunei, Kamboja, China, Hong Kong, Jepang, Laos, Malaysia, Myanmar, Pakistan, Filipina, Korea Selatan, Singapura, Srilanka, Thailand dan Vietnam. HACGAM pertama kali diadakan di Jepang pada 2004 yang diadopsi dari pertemuan Asia Maritime Security Initiative (AMARSECTIVE 2004).
Negara-negara peserta telah membahas secara khsusus upaya peningkatan kemampuan (capacity building) bidang keamanan, keselamatan, perlindungan maritim dan terutama peningkatan sumberdaya manusia. Ke-17 negara peserta juga sepakat untuk memperluas kerjasama antara dan antarbadan penjaga pantai serta mempromosikan diskusi di tingkat pelaksana terkait dengan kerjasama peningkatan kemampuan.
Delegasi Indonesia juga menampaikan bahwa penanganan isu maritim dapat terlaksana secara efektif apabila dilakukan kerjasama antarnegara. Naik dalam bentuk pertukaran informasi, pelatihan, bantuan teknis dan lain-lainnya.
Para negara peserta juga menerima pemikiran Laksdya Didik Heru Purnomo yang meminta ditumbuhkan budaya kewaspadaan, tidak hanya bagi pemerintah masing-masing, tetapi juga para pengguna laut. Kewaspadaan yang dimaksud terkait dengan tindakan melawan hukum (unlawful act) seperti perompakan, perampasan kapal oleh kelompok bersenjata, terorisme dan juga tindakan-tindakan ilegal di laut lainnya.
Di sela pertemuan, delegasi Indonesia juga melakukan pertemuan bilateral dengan beberapa delegasi lain seperti Jepang, China, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Indonesia dan China sepakat untuk meningkatkan kerjasama di Selat Malaka dan Selat Singapura untuk memerangi tindakan melawan hukum.
Dengan Malaysia, telah disepakati untuk membentuk titik kontak (point of contact) di wilayah-wilayah tertentu terutama di wilayah Laut China Selatan (Perairan Natuna). Penunjukan Natuna sebagai POC dilatarbelakangi oleh sulitnya MMEA yang bermarkas di Johor mengadakan hubungan dengan Indonesia di wilayah tersebut.
Filipina dan Jepang dalam pertemuan bilateralnya dengan Indonesia menyatakan menghargai langkah Indonesia untuk membentuk Indonesia Sea and Coast Guard (ISCG). Bahkan Jepang memahami langkah-langkah Indonesia yang berupaya meningkatkan keselamatan pelayaran dan menjaga keamanan maritim di Selat Malaka dan Singapura.
Filipina menekankan perlunya kerjasama dalam menjaga perariran masing-masing dari tindakan melawan hukum di daerah yang menjadi perhatian bersama. Terkait dengan hal tersebut Laksdya Didik Heru Purnomo mengatakan bahwa Indonesia telah memiliki stasiun bumi Bakorkamla di Bitung untuk memantau perairan di Selat Makasar sampai laut Arafuru, Manado.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment