
Kontras itu memang amat jauh: antara Pameran Kedirgantaraan Paris 1997 dan Pameran Kedirgantaraan Singapura 2010. Di Salon Le Boruget 1997, ada prototipe N-250, pesawat penumpang bermesin baling-baling hasil rekayasa putra-putri Indonesia yang dilengkapi kontrol fly-by-wire. N-250 datang ke Paris dua tahun setelah terbang perdana menjelang HUT ke-50 RI dan masih menandai era kejayaan industri kedirgantaraan RI.
Namun, persis dari Paris itulah pecah krisis yang lalu memorakporandakan semuanya. Bukan hanya N-250 lalu menjadi seonggok artefak yang gagal memunculkan pendapatan bagi negara, industri kedirgantaraan Indonesia pun runtuh. Dua tahun silam, di Pameran Kedirgantaraan Singapura, masih ada karya PT Dirgantara Indonesia (DI) yang hadir di pameran, yakni CN-235 versi maritim. Kini, industri Indonesia betul-betul absen.
Sementara itu, meski ada krisis global, negara-negara yang punya tradisi kedirgantaraan masih memunculkan karya baru. Di bidang militer, misalnya, Rusia—melalui Komsomolsk-na-Amure Aviation Production Association (KNAAPO) dan Sukhoi Aircraft—pada 29 Januari lalu berhasil menerbangkan prototipe pesawat T-50, jet tempur tak kasat radar (stealth).
Sebelum ini, dari pesawat militer ada penerbangan perdana pesawat angkut Airbus A-400M (11/12/09) dan juga pesawat angkut Jepang Kawasaki C-X. Sementara dari jajaran pesawat sipil ada penerbangan perdana Boeing 787 Dreamliner (15/12/09), pesawat penumpang generasi baru yang dipromosikan akan merevolusi perjalanan udara.
Diakui, masih ada pengaruh krisis ekonomi yang menyesakkan bagi siapa pun. Bahkan, raksasa seperti Boeing pun mengakui betapa beratnya krisis.
Namun, Boeing tetap hadir, bahkan dengan profil tinggi. Alasannya adalah kawasan Asia Pasifik merupakan sentra pertumbuhan kedirgantaraan pada masa depan. Boeing tentu tidak mau kehilangan peluang. Ini pula yang menjelaskan mengapa Boeing juga memikirkan untuk memunculkan varian baru produk sukses seri 737 setelah pesaingnya, Airbus, mempertimbangkan hal sama untuk seri 320.
Semestinya hadir
Dalam derap perkembangan kedirgantaraan yang sangat dinamis ini, PT DI semestinya memang hadir di Singapura. Dengan CN-235 yang terakhir dibuat pun tak apa-apa, sekadar untuk memelihara citra dan eksistensi. Dengan C-212-400 pun, bila setelah EADS/ CASA memfasilitasi produksinya, juga tidak apa-apa, yang penting Indonesia tak terhapus dari peta industri kedirgantaraan regional.
Ada dua pesan penting yang sebetulnya terlewatkan dengan ketidakhadiran Indonesia di Singapura. Pertama, kita memiliki kemampuan di bidang teknologi dirgantara yang dapat kita tawarkan kepada kawasan atau bahkan dunia. Kedua, kita adalah bangsa yang memiliki komitmen pada penguasaan teknologi yang besar manfaatnya bagi kemajuan, baik untuk perekonomian maupun untuk menjaga kedaulatan.
C-212 ataupun CN-235 adalah produk sudah jadi (meskipun tetap bisa dilakukan penyempurnaan). Dinamisnya otonomi daerah dan semakin meningkatnya mobilitas masyarakat Indonesia, termasuk di wilayah yang sebelum ini masih kurang berkembang sarana transportasinya, membuat kehadiran pesawat-pesawat perintis besar peranannya. Kini maskapai penerbangan nasional, seperti Merpati atau Trigana, mestinya sudah bisa merasakan denyut penerbangan sipil perintis yang semakin dinamis. Semboyan ”Jembatan Nusantara” kiranya tetap relevan.
Kalau C-212 dan CN-235 tak layak ditampilkan, adakah yang baru? Melangkah ke karya baru, seperti misalnya menghidupkan N-2130? Mimpi pun mungkin tak sanggup. Selain masalah dana, tenaga ahli untuk mendukung pewujudannya pun sudah jadi diaspora.
Menghidupkan kembali N-250 hingga menjadi pesawat turboprop yang kembali state-of-the-art? Sempat terpikir. Menurut Prof BJ Habibie yang dulu memimpin proyek ini, N-250 bisa didesain ulang, yaitu dengan mengganti mesinnya dengan jenis lebih mutakhir yang lebih irit bahan bakar dan lebih bertenaga, dengan kokpit dan roda pendarat utama yang dipindah ke bawah sayap. Namun, proyek yang bisa dikerjakan dalam tempo 3-5 tahun ini membutuhkan dana tak kurang dari 500 juta dollar AS atau sekitar Rp 5 triliun.
Soal dana mungkin pelik, tetapi bila ada kemauan dan visi jelas, besar kemungkinan ini masih bisa diatasi. Tentu saja proyek semacam ini juga harus dikawal dengan manajemen yang lebih ketat dan kemudian pemasaran yang lebih piawai. Tanpa unsur terakhir ini, meski peluang pesawat regional berkapasitas 50-70 penumpang besar, sulit kita untuk merebutnya. Lebih-lebih ketika pesaing seperti ATR-72 sudah lalu-lalang menerbangi langit Nusantara.
Pemasok ekstra-regional
Untuk pesawat tempur yang menuntut teknologi canggih, negara-negara Asia Tenggara sepenuhnya masih bertumpu pada teknologi asing ekstraregional. F-16, F-15, dan F/A-18 dari Amerika, Su-30 dari Rusia, dan JAS-39 Gripen dari Swedia. Ketika membutuhkan pesawat latih, negara semaju Singapura pun masih harus menoleh ke Korea dan ke Italia. Demikian pula untuk pesawat sipil berbadan lebar, Boeing dan Airbus-lah pemasok utamanya.
Lalu, ketika kebutuhan makin beragam, pemasok asing yang sudah lebih siap dengan produknya berada dalam posisi berpeluang besar. Misalnya saja, ketika era penerbangan nirawak makin penting, Israel termasuk yang tampak siap merebut peluang. Di Singapura, Israel Aircraft Industries memamerkan Pesawat Udara Nir-Awak (PUNA) Heron. Produsen lain juga melihat peluang ini. AS memamerkan juga PUNA Global Hawk, sementara produsen Eropa (EADS) juga punya PUNA Talarion dan Barracuda yang kini giat dipasarkan.
AS kini memasok Pakistan dengan armada PUNA Shadow 200 untuk membantu militernya memerangi Taliban di Afganistan.
Laporan di atas sekadar menggarisbawahi betapa jagat penerbangan terus berkembang meski ada krisis. Mengingat kawasan Asia Pasifik merupakan area pertumbuhan utama, semua industri kedirgantaraan dunia pun tak ragu berbondong hadir di sini. Indonesia yang pernah punya industri kedirgantaraan yang cukup disegani sekarang ini tampak puas sebagai penonton. Semoga hal ini tidak lama; kalau tidak ingin peluang itu lepas sama sekali dan wilayah Nusantara yang terbentang luas ini kelak sepenuhnya diterbangi oleh pesawat yang dibuat di benua nun jauh di sana.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
DI
- Islamic Development Bank Fasilitasi Kredit Ekspor Untuk PT DI
- Kaltim Tertarik Membeli CN-295
- PT DI Siap Penuhi Pesanan Pesawat Untuk Malaysia, Filipina Dan Thailand
- Kaltim Hibahkan Helikopter Bell 412EP Kepada Kemhan
- Wamenhan : KKIP Berhasil Yakinkan Komisi I Tentang Program KFX/IFX
- Indonesia Siapkan Dana Rp. 15 Triliun Untuk Pengembangan IFX
- 2013, PT DI Rampungkan 18 Unit Pesawat Serta Helikopter
- PT DI Serahkan Tiga Heli Pesanan TNI AL
- Kemhan Belum Membayar Dua Pesawat CN 295
- Karena Konflik Sabah, Malaysia Tertarik Beli Pesawat CN 295 Buatan Indonesia
- PT DI Serahkan Pesanan 6 Helikopter Bell TNI AD Lebih Cepat Dari Jadwal
- PT DI Dapat Kontrak Pengadaan 14 Unit Pesawat
- PT DI Siapkan CN-295 Untuk Dipamerkan Langkawi Airshow Malaysia
- Spanyol Berikan Lisensi CN 212-400 Kepada Indonesia
- PT DI Akan Produksi Simulator CN-235 Dan Super Puma
- PT DI Rancang Peluru Balistik
- Tahun Depan PT DI Akan Memberikan Kejutan
- 2012, Penerimaan PT DI Mencapai Rp. 3.1 Triliun
- PT DI Anggarkan USD 16 Juta Untuk Pengembangan N219
- Indonesia Jajaki Kerjasama Jangka Panjang Dengan Airbus Military
- Wamenhan Tinjau Pesawat CN-235 Di Hanggar PT DI
- Pindah Lini Produksi CN-295 Ke Bandung, Airbus Military Fokus Produksi A400M
- Pakistan Akan Membeli Pesawat Militer Buatan Indonesia
- PT DI Serah Terimakan 1 Unit KT-1B Wong Bee Kepada TNI AU
- PT DI Dan Airbus Military Berbagi Keuntungan 50% Dalam Produksi NC-212
SINGAPORE
- Anoa Dan Terrex Uji Kemampuan Di Cipatat
- ST Kinetics Dan PT Pindad Kembangkan Terrex RSTA
- Menteri BUMN : Saya Akan Merebut ATS Indonesia Dari Singapura
- Pengamat : Dinamika Asia Pasifik Dan Jet Tempur Mutakhir
- Menhan Jajal Kokpit AH-64 Apache Longbow Milik RSAF
- 50 Negara Ikut Serta Dalam Singapore Airshow
- Komisi I : Bila DCA Diteruskan Maka Kedua Negara Harus Diutungkan
- Lihat Senjata SPR-2 Buatan Pindad, Tentara Singapura Bilang, 'Good'
- Pengamat : Teknologi Alutsista TNI Masih Di Bawah Singapura & Malaysia
- Delegasi IT Kemhan Indonesia Kunker ke Singapura dan Korsel
- TNI AU Dan RSAF Lakukan Latgab Di Pekanbaru
- Wakil PM Singpura Kagum Akan Proyek KFX/IFX Antara Indonesia - Korsel
- Menhan : Tidak ada lagi kesepakatan pertahanan RI - Singapura
- TNI AL Akan Melakukan Latgab Kapal Selam Bersama AS, Singpura Dan Korsel
- Indonesia Dan Singapura Tingkatkan Kerja Sama Militer
- Menhan : Tak Ada Lagi Kerjasama Pertahanan Indonesia Dengan Singapura
- Indonesia Desak Singapura Untuk Bebaskan Gemini
- TNI AL Kirim Dua Kapal Perang Ke Singapura Untuk Latihan Bersama
- Menhan: Perjanjian Ekstradisi Terpisah dari DCA
- Lima Perwira TNI AU Untuk Menjalani Latihan Simulator Di Singapura
- KRI Banda Aceh-593 TNI AL Ikuti Imdex Asia di Singapura
- Kapal LHD Mistral Mengujungi Singapura Dan Indonesia
- Update : Kapal Perang Rusia Kunjungi Singapura dan Indonesia
- Menteri Pertahanan China Akan Melakukan Kunjungan Ke Singapura, Indonesia Dan Filipina
- Rusia Dan Indonesia Akan Melakukan Latgab Pada Bulan Mei 2011
0 komentar:
Post a Comment