Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan pinjaman tersebut merupakan upaya memenuhi kebutuhan pendanaan pengadaan alutsista yang mencapai Rp 1 triliun di tahun ini. Pendanaan tersebut rencananya akan dialokasikan untuk pengadaan alutsista TNI oleh Kementerian Pertahanan sebesar Rp 800 miliar dan sisanya Rp 200 miliar untuk pengadaan alutsista Polri.
"Meskipun dimulai dengan jumlahnya yang relatif kecil, pemerintah mengharapkan agar penggunaan pinjaman dalam negeri di masa mendatang secara bertahap dan berkesinambungan dapat berdampak positif bagi pengembangan industri strategis dalam negeri maupun bagi peningkatan kinerja sektor riil secara keseluruhan," ujarnya dalam sambutan pada acara Penenandatangan Perjanjian Pinjaman Dalam Negeri antara Kementerian Keuangan dengan BNI, di Gedung Kementerian Keuangan, Jalan Wahidin Raya, Senin (4/10/2010).
Agus menilai harapan pemerintah tersebut sejalan dengan tujuan pengadaan pinjaman dalam negeri yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.54/2008 tentang Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah. Kebijakan tersebut sejalan dengan upaya membiayai kegiatan atau proyek dalam rangka pemberdayaan industri dalam negeri dan kegiatan pembangunan infrastruktur untuk pelayanan umum.
"Selama ini, hampir seluruh alutsista TNI dan alutsista Polri dibiayai dari pinjaman komersial luar negeri, baik yang dijamin oleh Export Credit Agency (ECA) maupun pinjaman komersial biasa," ujarnya.
Menurut Agus, proses pengadaan alutsista, terutama yang dibiayai dari pinjaman komersial luar negeri ditengarai perlu diperbaiki atau disempurnakan. Terutama dari sisi perencanaan, kecepatan eksekusi, serta tata kelolanya agar proses pengadaan dan pembiayaannya menjadi lebih cepat, efisien, dan transparan.
"Perbaikan atau penyempurnaan yang kami sebutkan tadi, antara lain meliputi penegasan ketentuan tentang paket pembiayaan pinjaman komersial luar negeri dengan skim buyer's credit yaitu pengadaan barang dari produsen tidak satu paket dengan pendanaannya," jelasnya.
Dengan demikian, lanjut Agus Marto, Kementerian Keuangan dapat menentukan calon kreditur melalui suatu proses seleksi yang kompetitif. Perbaikan lainnya adalah meliputi perubahan urutan kegiatan pendanaan, yakni proses pembiayaan dilakukan tanpa harus menunggu proses tender tuntas dilakukan Kementerian Pertahanan.
Direktur Utama BNI Gatot M. Suwondo mengatakan, pinjaman yang diberikan BNI ini berjangka waktu 8 tahun.
Menurut Gatot, selama ini BNI telah menyalurkan kredit ini kepada BUMN Industri Strategis , antara lain PT PAL, PT Pindad, PT Dahana, PT Austamindo, dan PT Bhineka Persada Marketindo.
"Total maksimum kredit yang disalurkan BNI ke BUMN Industri Strategis hingga Agustus 2010 mencapai Rp 2,26 triliun. Pencairan pinjaman Dalam Negeri Alutsista ini diproyeksikan mulai direalisasikan di Triwulan IV 2010," jelas Gatot.
Suku bunga yang diberikan dalam fasilitas kredit ini yakni sebesar Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) + 1,1%
Selama ini, pembiayaan pengadaan Alutsista TNI & Polri kepada Pemerintah RI awalnya diatur dengan skema Pinjaman Luar Negeri (PLN) yang telah diatur dalam PP No. 2 tahun 2006. Lembaga Keuangan luar negeri atau Lembaga Keuangan dalam negeri melalui Cabang/Subsidiary di luar negeri.
BNI Singapura sendiri telah membiayai Pemerintah RI dengan skema Pinjaman Luar Negeri untuk pengadaan Pesawat Tempur Sukhoi. Kredit Sindikasi dengan Natixis, Credit Suisse, dan BRI pada November 2009 dengan total US$ 284,75 juta dan partisipasi BNI US$. 68,5 juta.
Kemudian, BNI melalui BNI Hong Kong juga telah melakukan pembiayaan kepada Pemerintah RI untuk perbaikan pesawat B-737 AU dengan Airod Malaysia US$. 3,5 juta dan pengadaan Helikopter Mi-2 AL US$ 9,5 juta dari Rusia.
Pemerintah RI mulai melakukan program Pinjaman Dalam Negeri (PDN) untuk dilengkapi dengan PMK No. 90/PMK.08/2010.
Sumber: DETIK
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment