JAKARTA(SINDO) – PT Pindad akan memproduksi panser yang dipersenjatai dengan kanon 90 mm atau Panser Tarantula.Pembangunan panser tersebut bekerja sama dengan Pemerintah Korea Selatan dan Prancis.
Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro mengatakan rencana tersebut merupakan bagian penguatan industri pertahanan dalam negeri yang telah dicanangkan pemerintah. “Jika sebelumnya PT Pindad sudah bisa membangun Panser Anoa, nantinya akan dibangun juga Panser Tarantula yang dilengkapi dengan misil,”ujarnya seusai sidang pertama Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, kemarin.
Sidang tersebut juga diikuti Panglima TNI Laksamana TNIAgus Suhartono,Menteri BUMN Mustafa Abubakar, Menteri Riset dan Teknologi Suharna Suryapranata Seperti diketahui, PT Pindad telah berhasil memproduksi Panser APS-2 6x6 (Anoa) yang dipersenjatai dengan senapan mesin. Bahkan tahun 2008,Kementerian Pertahanan telah memesan 150 Panser Anoa kepada PT Pindad untuk memperkuat TNI AD dan digunakan pasukan TNI untuk misi perdamaian di Lebanon.
Purnomo melanjutkan, pemerintah sangat mendukung upaya industri pertahanan dalam negeri untuk mengembangkan kemampuan produksinya.Karena saat ini, lanjut Purnomo, pemerintah sedang berusaha melakukan revitalisasi industri pertahanan nasional untuk meningkatkan kemandirian, sistem persenjataan, serta perlengkapan dan peralatan pertahanan.
Selain upaya produksi Panser Tarantula oleh PT Pindad, lanjut Purnomo, untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri TNI AD juga sedang memesan produksi non-alutsista (alat utama sistem senjata) berupa payung terjun statis dari Tulung Agung untuk memperkuat divisi lintas udara. “Pembeliannya melalui pinjaman dalam negeri dan merupakan usaha kita untuk terus menggunakan produksi dalam negeri,”ujarnya.
Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu juga menyebutkan bahwa KKIP membahas pula rencana pembuatan undang-undang (RUU) revitalisasi industri strategis pertahanan keamanan nasional. Pendanaan terhadap komite ini akan masuk dalam undang-undang tersebut. “RUU ini belum final karena masih diproses, masih akan diajukan ke sekretariat negara dan diharmonisasi untuk diajukan dengan ampres. Itu pun harus masuk dulu ke prolegnas (DPR),”ujarnya.
Sementara itu,Wakil Menteri Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin menambahkan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010–2014, total kebutuhan dana untuk perawatan dan pengadaan alutsista mencapai Rp150 triliun. Namun dana yang dialokasikan sekitar Rp100 triliun. “Ada kekurangan sekitar Rp50 triliun untuk digunakan lima tahun,”ujarnya.
Untuk menutupi kekurangan tersebut, lanjut Sjafrie, harus ada dasar hukum agar Kementerian Keuangan memiliki pijakan dalam mencari sumber pembiayaan alternatif. “Dari 50 triliun tersebut sudah diadakan pemilahan, untuk 2011 ditentukan 11 triliun. Nah inilah yang harus dicarikan legalitasnya agar Kemenkeu mempunyai dasar mencarikan anggaran. Legalitasnya dalam bentuk peraturan presiden.
Tapi itu porsinya Kemenkeu. Mereka yang mencari alternatif,” katanya. Namun dia menegaskan pendanaan pengadaan alutsista bertumpu pada pendanaan dalam negeri. “Presiden minta supaya setiap pengadaan alutsista itu tak selalu menggunakan kredit ekspor,”ujarnya. Menteri Badan Usaha Milik Negara Mustafa Abubakar menambahkan, dalam proses revitalisasi ini, subkontrak-subkontrak dihindari, kecuali untuk produk komponen yang spesifik.
Subkontrak-subkontrak yang tidak sehat dan berimplikasi pada penggelembungan anggaran tidak boleh ada lagi.Langkah ini untuk membuat industri pertahanan menjadi lebih kompetitif. “Yang akan menjadi perhatian ke depan akan dikoreksi secara radikal, tidak boleh ada lagi subkontak.Kita lebih memilih dengan mengambangkan joint operation,”tegasnya.
Sumber: SINDO
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment