Salah satunya melalui alokasi anggaran terhadap sektor-sektor strategis pertahanan. Menteri Badan Usaha Milik Negara Mustafa Abubakar mengatakan, di negaranegara industri terkemuka di Asia, seperti Jepang, China, Korea Selatan, dan Singapura,peran negara sangat besar.
“Kendati bersifat terbuka, negara-negara tersebut menganut sistem ekonomi di mana skala prioritas kepentingan tidak ditentukan di dalam sistem pasar,melainkan oleh negara,”ujar Mustafa dalam seminar yang bertajuk “Revitalisasi Industri Strategis guna Mendukung Pembangunan Nasional dalam Rangka Ketahanan Nasional” di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Jakarta kemarin.
Untuk industri strategis atau pertahanan di Indonesia sendiri, Mustafa mengakui, dalam pelaksanaan revitalisasi industri pertahanan, masih cukup banyak kendala yang harus dihadapi.Di mana industri yang fokus pada bisnis produksi alat utama sistem persenjataan (alutsista) mempunyai ketergantungan yang sangat besar pada arah kebijakan Kementerian Pertahanan untuk memenuhi kebutuhan pertahanan.
“Jadi, pasarnya sangat spesifik,”ujarnya. Dia menambahkan,belum ada sistem anggaran yang tepat, teratur, dan terencana baik bagi pengadaan alutsista dalam negeri. Begitu juga komitmen dan konsisten penganggaran pengadaan alutsista yang berkesinambungan dalam tahun jamak (multiyears).“Penganggaran multiyears ini perlu karena pada umumnya pengadaan alutsista memerlukan waktu lebih satu tahun,“ katanya.
Karena itu,lanjut mantan Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) ini,kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka revitalisasi industri strategis adalah menyusun inisiatif dengan merumuskan Rancangan Undang-Undang tentang Revitalisasi Industri Strategis Pertahanan dan Keamanan Nasional. Dalam RUU tersebut akan ada pasal pengaturan anggaran dalam APBN yang menjamin tersedianya anggaran biaya untuk program pemenuhan kebutuhan pertahanan keamanan negara sesuai dengan standar.
“Serta dapat terlaksana pemeliharaan dan perawatan alat utama sistem persenjataan secara berkesinambungan yang dituangkan dalam penetapan besaran secara proporsional anggaran dalam APBN sebagaimana pada Undang- Undang Pendidikan dan Undangundang Kesehatan,”katanya. Hal senada juga diungkapkan Gubernur Lemhannas Muladi.Menurutnya, intervensi negara sangat diperlukan untuk melakukan pembangunan industri pertahanan dalam negeri.
“Peningkatan produksi alutsista dalam negeri sangat diperlukan untuk meningkatkan kondisi dan kesiapan alutsista nasional dari keadaan yang memprihatinkan dan sangat bergantung pada produk-produk dari luar negeri,”tegas Muladi. Pengamat ekonomi Econit Hendri Saparini mengatakan, pernyataan pemerintah soal revitalisasi industri pertahanan harus dibuktikan dengan implementasi yang jelas pada kebijakan-kebijakan.
Dia menilai selama ini belum ada sinkronisasi kebijakan antarkementerian untuk mendorong pembangunan industri strategis. “Contohnya, program privatisasi BUMN,”ujarnya.Dia menyatakan, jika ingin membangun industri strategis, program privatisasi BUMN harus dimoratorium.Tanpa itu, akan muncul ketergantungan baru terutama pada sektor industri pendukung.
Sumber: SINDO
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment