Pesawat Sukhoi yang baru tiba dari Rusia unjuk kebolehan saat geladi bersih upacara peringatan HUT Ke-65 TNI di Base-off Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (3/10). Upacara HUT TNI pada 5 Oktober besok, yang rencananya dipimpin langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, akan dimeriahkan dengan defile pasukan TNI dan atraksi udara.
Jakarta, kompas - Pemerintah dan Panglima Tentara Nasional Indonesia Laksamana Agus Suhartono didesak segera menuntaskan agenda reformasi di tubuh TNI yang masih menyisakan sejumlah masalah. Reformasi di tubuh institusi yang bertanggung jawab dalam bidang pertahanan ini dinilai masih berjalan lambat dan belum lengkap.
Desakan itu disampaikan sejumlah lembaga swadaya masyarakat dalam jumpa pers bersama untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-65 TNI di Jakarta, Minggu (3/10).
Haris Azhar dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengungkapkan, ada sejumlah persoalan yang menjadi tolok ukur belum tuntasnya reformasi TNI. Persoalan itu di antaranya undang-undang yang belum tertata, perencanaan strategi bidang pertahanan yang belum sesuai dengan semangat perubahan, implementasi kebijakan pertahanan dan keamanan yang sulit dilakukan, profesionalisme aktor keamanan, institusi pengawasan yang belum maksimal, pengelolaan anggaran keamanan yang karut-marut, dan penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu yang masih terhambat.
Ia menandai sejumlah faktor yang menjadi penghambat agenda reformasi, seperti tak adanya tahapan berjenjang, rendahnya niat baik pemerintah, kurangnya kontrol yang seharusnya dilakukan parlemen, dan kurang kuatnya desakan masyarakat.
Belum tuntasnya reformasi di tubuh TNI membuat Haris berpendapat TNI tak bisa turut serta dalam penanganan terorisme. TNI secara konseptual memang dimungkinkan untuk membantu polisi menangani terorisme. Namun, secara kontekstual hal itu tidak mungkin dilakukan karena, misalnya, apakah reformasi TNI telah menghasilkan prajurit yang profesional.
Saat ini, jelas dia, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI masih mengatur, setiap pelanggaran yang dilakukan TNI ditangani peradilan militer. Sebelumnya, pelaku pelanggaran diserahkan dahulu kepada atasannya. ”Padahal, seharusnya pengadilan militer hanya digunakan untuk tindakan indisipliner. Untuk pidana umum seharusnya ditangani polisi dan pengadilan umum,” ujarnya.
Reformasi TNI berlanjut
Panglima TNI, yang ditemui di Jakarta, Minggu, seusai geladi resik upacara peringatan HUT TNI, menyatakan, reformasi di tubuh TNI berlanjut. Penataan organisasi TNI, peningkatan kesejahteraan prajurit, peningkatan kemampuan prajurit, dan pemenuhan kebutuhan alat utama sistem pertahanan secara mandiri terus dilakukan secara bertahap.
Agus Suhartono menyebutkan, TNI mempunyai perencanaan strategis jangka panjang 2010- 2024 yang mengarah pada pembangunan kekuatan pokok minimum. Pemerintah pada 2010 menambah sebagian dari kebutuhan anggaran. TNI juga meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment