November 2, 2010: Indonesia telah meningkatkan anggaran pertahanan lebih dari $ 6 miliar untuk tahun depan. Itu sekitar satu persen dari PDB. Selama empat tahun ke depan, rencananya akan ditingkatkan 1,5 persen dari PDB. Karena pengadaan alutsista membutuhkan banyak pengeluaran, dan saat ini TNI sangat membutuhkan peralatan baru.
Lebih dari dua dekade kediktatoran, yang berakhir pada tahun 1998, korupsi melihat banyak anggaran pertahanan dialihkan untuk penggunaan non-militer. Para jenderal mendirikan bisnis komersial sendiri, daripada memelihara peralatan militer yang up-to-date.
Dengan berakhirnya kediktatoran, ada upaya untuk mengontrol kekuatan politik dan ekonomi militer. Hal ini memperlambat upgrade peralatan. Ada banyak kerusakan untuk memperbaiki. Misalnya, ketika Perang Dingin berakhir, Indonesia membeli sebagian besar angkatan laut Jerman Timur. Hal ini dilihat sebagai cara yang cepat dan murah untuk menghadapi memenuhi kapal TNI AL yang sudah tua dan tidak bisa dioperasi.
Banyak kapal Jerman Timur yang kecil dan mempunyai umur diatas 10 tahun. Tapi dipertahankan oleh Jerman, karena kapal tersebut masih dalam kondisi cukup bagus. Karena TNI AL setengah hati merawat kapal tersebut membuat banyak kapal mulai kerusakan. Itu disebabkan karena Indonesia memiliki daerah tropis, bukan daerah Baltik dingin, sehingga mempercepat kapal tersebut rusak. Pemerintah masih belum punya uang untuk membeli kapal baru, atau bahkan banyak kapal lama masih dalam perbaikan. Sehingga Indonesia mencari kapal perang terjangkau dari Rusia dan Korea Selatan. Indonesia berpaling ke Rusia membeli pesawat tempur baru.
Sekarang telah dalam rangka yaitu penambahan menjadi 16 Su-27s dan Su-30s. Meski mahal, pesawat tempur Rusia modern, dan canggih. Tapi hemat dalam perawatan. Namun, untuk menghemat anggaran, Indonesia mengirim para pilot sukhoi ke Cina untuk membantu pelatihan pilot untuk menerbangkan Su-30-an. Yang memnyebabkan Rusia tidak senang dengan ini, dan ketakutan bahwa Cina akan mencoba dan menjual salinan ilegal (di bawah Rusia) dari Su-27 (yang J-11) untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Rusia telah berjanji akan memproses melalui jalur hukum jika hal ini terjadi. Saat ini China telah memproduksi lebih dari 120 J-11. Indonesia ingin setidaknya membeli 50 pesawat tempur Rusia, tetapi Indonesia bisa tergoda oleh korupsi dan penurunan harga bila membeli J-11.
Saat ini TNI telah mengakuisisi peralatan senjata infanteri banyak yang baru, tetapi tidak banyak peralatan utama (tank, artileri). Anggaran pertahanan akan menyedot banyak anggaran yaitu pengadaan pesawat tempur dan kapal perang, hal ini bisa menyebabkan rawan korupsi dalam pengadaannya ( dari pemasok).
Sumber: STRATEGY PAGE/MIK
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment