Mulanya ketika ada anggota Dewan mempertanyakan soal komitmen Laksamana Agus Suhartono terhadap netralitas TNI. Effendi Choirie dari PKB meminta ketegasan sikap Agus terhadap hak pilih TNI yang pernah mencuat menjadi perdebatan.
Soal ini pun ditanggapi Max Sopacua dari Demokrat. Menurut dia, soal netralitas TNI sudah jelas. "Yang kini dibutuhkan adalah sikap kita dari parpol untuk tidak menarik TNI ke kiri dan ke kanan," kata Max.
Saling timpal antara Effendi dan Max lumayan menyita perhatian. Berinisiatif menjembatani persoalan, pimpinan sudang Tubagus Hasanuddin pun ambil suara.
"Kita tidak bisa minta sikap hitam-merah calon panglima sekarang, karena masalah hak pilih hingga masih debatable, ketika dulu muncul wacana itu juga masih banyak penafsiran," kata Hasanuddin yang juga politisi PDIP ini. Dia meminta agar soal hak pilih dan netralitas ini dibahas dalam rapat-rapat Komisi nantinya.
Dia lalu bercerita pengalamannya saat menjadi perwira TNI Angkatan Darat --pangkat terakhirnya mayor jenderal, yang dipaksa membela dan mendukung Golkar semasa Orde Baru.
"Sebenarnya kami perwira muda menolak, tapi komandan bilang: 'Hei Hasanuddin, kamu ini ibarat diperkosa, tapi nggak bisa melawan. Daripada mau melawan tapi nggak bisa, sudah nikmati saja," kata Hasanuddin disambut tawa ngakak hadirin.
"Makanya bertahun-tahun kami diperkosa, tapi kami nikmati. Malah karena enak, kemudian gantian memperkosa. Tapi sekarang jangan diulang," kata Hasanuddin menambah panjang tawa hadirin.
Tawa belum selesai, Tantowi Yahya nyeletuk. "Saya ingin koreksi, enak tapi, kok, enggak diulang?" kata politisi Golkar ini.
Dengan enteng Hasanuddin menimpali. "Ini merupakan semacam pengakuan dosa untuk hidup lebih baik baik," katanya.
Mendengar itu, Agus Suhartono hanya mesem-mesem saja.
Sumber: TEMPO
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment