Jakarta, Kompas - Tentara Nasional Indonesia akan melakukan efisiensi organisasi. Hal ini diharapkan akan menjadi langkah terobosan menuju prajurit TNI yang lebih profesional.
Hal itu disampaikan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Agus Suhartono dalam uji kepatutan dan kelayakan calon Panglima TNI dengan Komisi I DPR di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/9). Agus merupakan satu-satunya calon Panglima TNI yang diajukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
”Akan diadakan peninjauan kembali organisasi, harus lebih ramping,” kata Agus.
Ia menjelaskan konsepnya sebagai rightsizing atau pengurangan hingga mencapai jumlah optimum. Ia mencontohkan, batalyon yang berisi 900 prajurit mungkin bisa dikurangi menjadi 600 prajurit. Demikian juga dengan jumlah komando teritorial, seperti komando rayon militer (koramil) atau bintara pembina desa (babinsa). ”Berapa koramil dan babinsa yang diperlukan untuk peran saat ini,” kata Agus.
Koramil biasanya berada di ibu kota kecamatan, sedangkan babinsa berada di setiap desa. Pengurangan itu cukup signifikan karena kecamatan berjumlah 6.300-an, sedangkan desa berjumlah 70.000-an desa.
Dengan demikian, terjadi penurunan dalam alokasi belanja pegawai. Selain itu, akan diupayakan pula zero growth atau pertumbuhan nol dalam perekrutan pegawai. Perekrutan baru hanya untuk mengganti mereka yang pensiun dan yang menggunakan alat. Dengan demikian, bisa ada alokasi tambahan untuk alokasi alat utama sistem persenjataan.
Selain itu, diharapkan juga rencana remunerasi akan segera terwujud. Remunerasi akan diadakan sesuai dengan kinerja dan pembicaraan telah memasuki final. ”Tanggal 5 Oktober kita semua harapkan akan diumumkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” kata Agus.
Terorisme
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Teguh Juwarno, mempertanyakan mengapa Agus menyatakan Polri masih bisa menangani eskalasi terorisme saat ini.
Agus menjawab, di Kementerian Pertahanan saat ini tengah dibahas tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Dari TNI nantinya akan berintikan pasukan khusus setiap angkatan. ”Dengan disatukan, nantinya tidak akan saling menunggu karena sudah ada mekanismenya,” kata Agus.
Yoyoh Yusroh dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menanyakan kenapa orang yang mengenakan busana muslimah belum diperbolehkan masuk TNI. Agus menjawab, hal itu akan dikaji dahulu.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment