Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin selaku Sekretaris Komite Kebijakan Industri Pertahanan mendapat penjelasan dari Direktur Utama PT DI Budi Santoso di fasilitas produksi di Bandung, Senin (20/9). Ikut mendampingi Pangdam III Siliwangi Mayjen Pramono Edhie Wibowo.
Jakarta, Kompas - Peluang memperoleh kontrak dan pesanan dari pembuat pesawat atau dari angkatan udara asing terbuka. Namun, hasrat untuk mendapat order itu harus dibatasi karena PT Dirgantara Indonesia kelangkaan modal kerja.
Hal ini diungkapkan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (DI) Budi Santoso saat menerima rombongan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di kantor pusat PT DI Bandung, Jawa Barat, Senin (20/9).
Sjafrie selaku Sekretaris Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) juga mengunjungi PT Pindad di Bandung. Selasa, Sjafrie mengunjungi PT PAL Indonesia di Surabaya, Jawa Timur. Perusahaan itu adalah Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP). KKIP diketuai Menteri Pertahanan. Kunjungan itu sebagai persiapan rapat KKIP awal Oktober untuk membuat strategi besar industri pertahanan.
Saat berkunjung di PT PAL, Sjafrie dan tim KKIP mengecek persiapan produksi kapal perusak kawal rudal (PKR) dan kapal selam kelas 209. ”Produksi PKR ini merupakan jembatan untuk pembuatan kapal selam,” ujar Sjafrie.
KKIP, kata Sjafrie, juga terus mengupayakan pendanaan produksi kedua alat utama sistem kesenjataan itu. Sumber dana antara lain kredit ekspor 220 juta dollar AS. ”Tahun anggaran 2011 kami mengharapkan tambahan Rp 10 triliun-Rp 11 triliun,” katanya.
Beban utang
Untuk PT DI, ruang gerak bisnis masih terbatas karena perusahaan ini terbebani utang masa lalu yang berjumlah Rp 1 triliun. Utang itu masih mengisi buku neraca keuangan PT DI.
Menurut Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, bila utang itu dikonversi menjadi penyertaan modal pemerintah, neraca PT DI bisa biru, menjadi plus Rp 600 miliar. Dengan itu setidaknya bisa mendapatkan pinjaman dari bank sebesar Rp 2 triliun untuk modal kerja.
Dengan situasi yang dihadapi, kini PT DI hanya bisa menerima order secara terbatas, antara lain membuat bagian untuk pesawat Airbus tipe A-320 dan A-380. Untuk pesawat, PT DI masih bisa terus menjual produk andalannya, CN-235, ke Korea Selatan. Dari dalam negeri, PT DI sedang menunggu realisasi pesanan dari Kementerian Pertahanan untuk pengadaan tiga pesawat patroli maritim CN-235-220 untuk TNI Angkatan Laut.
Selain pesawat sayap tetap, PT DI juga melanjutkan pembuatan helikopter Super Puma NAS-332C1, yang juga dipesan Kementerian Pertahanan. Helikopter yang mesinnya telah diuji ini belum akan diuji lebih jauh sebelum perjanjian ditandatangani dan uang muka dibayarkan.
Ketika mengunjungi PT Pindad, Sjafrie mendapat paparan dari Direktur Utama PT Pindad Adik Soedarsono. Adik melaporkan, senapan serbu SS-2 yang semula hanya dipakai Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat kini menjadi senjata standar TNI
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment