Pesawat Super Decathlon, yang dikemudikan pilot Alexander Supelli, bermanuver untuk terakhir kali. Dari kanan ke kiri: pesawat terbang miring, kemudian setelah terbang rendah badan pesawat menyentuh tanah di sekitar apron, dan api mengepul setelah badan pesawat menyentuh tanah Bandar Udara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat, Jumat (24/9).
Bandung, Kompas - Hingga pukul 21.00 tadi malam, kerabat pilot pesawat sipil Alexander Supelli (54) masih mendatangi ruang perawatan intensif di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat.
Kerabat tidak sampai menengok Alex yang masih dalam kondisi kritis dan hanya memberi dukungan kepada keluarga yang berjaga di samping pintu menuju ruang perawatan Alex.
”Kami masih membutuhkan 10 kantong darah untuk kakak saya,” kata Karlina Supelli, adik kandung Alexander Supelli, Jumat (24/9) petang di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Pesawat terbang Super Decathlon buatan PT Dirgantara Indonesia (DI) tahun 1996 yang dipiloti Alexander Supelli, Jumat, sekitar pukul 10.00—hari kedua acara Bandung Air Show (BAS) di Pangkalan Udara Husein Sastranegara, Bandung—jatuh dan terbakar saat pilot melakukan manuver.
Menurut Karlina Supelli, ia memperoleh berita tentang kecelakaan pesawat hanya beberapa saat setelah kejadian. ”Saya berharap hal yang terbaik untuknya sekarang ini. Ia (Alex) adalah seorang pencinta olahraga akrobatik udara sejak bekerja di PT DI,” ujarnya.
Direktur Utama RSHS Bayu Wahyudi mengatakan, Alex dibawa ke rumah sakit dalam kondisi hampir tidak bernapas dan mengalami trauma ganda. Alex mengalami cedera luka bakar 60 persen; trauma di kepala, dada, dan perut; serta kaki kanan patah terbuka. Ia juga mengalami trauma pernapasan karena sempat terjebak sekitar 7 menit di dalam kokpit penuh asap pasca-ledakan.
RSHS membentuk tim khusus yang dipimpin langsung Dirut RSHS. Dalam operasi pertama selama tujuh jam, Alex ditangani tujuh dokter spesialis. Mereka adalah dokter bedah saraf, torak, digestif, tulang, plastik, anestesi, dan intensif. ”Pascaoperasi pertama kondisinya lebih baik bila dibandingkan saat pertama kali datang sekitar pukul 10.32. Kami masih akan memantau masa kritis yang diperkirakan selama 72 jam sejak operasi pertama,” kata Bayu. Alex mendapat alat bantu pernapasan dan penanganan untuk menghentikan pendarahan di kepala, penyembuhan luka bakar, membersihkan pecahan tulang, serta pemasangan kawat di tulang kaki kanan yang patah.
Kecelakaan
Cuaca cerah dan kemegahan suasana di arena BAS, Jumat sekitar pukul 10.00, sekejap berubah menjadi ”mendung” menyusul jatuh dan terbakarnya pesawat Super Decathlon yang dipiloti Alexander Supelli saat berakrobat di udara.
Menurut Komandan Lanud Husein Sastranegara Kolonel (Pnb) Asep Adang Supriyadi, pesawat jatuh pukul 10.12 saat memainkan akrobat inverted (mengemudikan pesawat dalam posisi terbalik). Saat akan mengembalikan pesawat pada posisi normal, sayap kanan menyentuh tanah sehingga pesawat terbanting ke bawah.
Pesawat jatuh 200-an meter dari landasan pacu, yakni di lapangan rumput di sekitar apron Lanud Husein Sastranegara.
Asep mengatakan, sebelum terbang untuk kali kedua pada pukul 10.08, pesawat naas itu telah melakukan atraksi serupa pukul 08.00. Pesawat jatuh dari ketinggian sekitar 300 kaki (92 meter).
Alexander Supelli, yang juga mantan Kepala Divisi Aircraft N-250 PT DI, adalah pilot berpengalaman. Bekerja sejak tahun 1980 di PT DI, ia pendiri Aeroclub, klub aerobatik di bawah payung PT DI pada 1990. Hingga kini jam terbang Alex mencapai 2.000 jam. Alex pernah menjadi runner-up Australian Acrobatics Championships tahun 1997.
Bersama dengan Alexander, satu pesawat tipe yang sama juga terbang mendampinginya, dengan pilot Esther G Saleh. Pesawatnya yang berwarna merah tidak banyak bermanuver dan hanya terbang mengiringi manuver yang dilakukan pesawat berwarna biru yang dikemudikan Alexander.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment