Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui, reformasi TNI dalam satu dasawarsa ini masih belum tuntas selesai. Dari sekian peran yang salah satunya secara permanen baru diselesaikan adalah fungsi sosial politik TNI yang dikembalikan sesuai dengan jati diri TNI sebagai alat negara yang profesional dan modern.
Namun, pengalihan fungsi bisnis TNI, misalnya, masih belum selesai dan terus berlangsung. Demikian pula tantangan mewujudkan TNI sebagai institusi yang memiliki transparansi dan akuntabilitas anggaran masih terus dibenahi.
Oleh sebab itu, Presiden Yudhoyono tidak henti-hentinya mengingatkan pemimpin TNI untuk menyelesaikan secara menyeluruh reformasi TNI.
”Pengangkatan Panglima TNI yang baru diharapkan Presiden Yudhoyono sebagai momentum bagi penuntasan reformasi TNI secara menyeluruh,” kata Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha saat dihubungi di Jakarta, Minggu (19/9).
Menurut Julian, saat menerima kedua calon Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan lalu, Presiden Yudhoyono mengingatkan keduanya, jika salah satunya terpilih agar tidak sungkan untuk mendorong TNI menjadi korps yang transparan dan akuntabel dalam mengelola anggaran.
”Sejauh ini, reformasi internal di tubuh TNI sudah cukup baik, terutama dalam penegakan hukum dan penghormatan hak asasi manusia telah berkembang sedemikian rupa sehingga TNI sekarang ini dikenal sebagai militer yang profesional,” kata Julian lagi.
TNI, kata Julian, berusaha dengan konsisten menjalankan peraturan dan perundang-undangan seperti sama sekali tidak berpolitik.
”Memang, Presiden mengakui reformasi TNI membutuhkan waktu dan proses mengingat TNI bukan lembaga yang berdiri sendiri, tetapi juga terkait dengan institusi lain. Akan tetapi, dengan komitmen yang sungguh-sungguh, TNI dapat mewujudkan reformasi total pada waktunya,” papar Julian.
Lebih jauh Julian mengatakan, tantangan sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan negara, Presiden Yudhoyono menyadari adanya sebuah dilema.
”Di satu sisi, berupaya mewujudkan kekuatan TNI, yang paling tidak memenuhi alat utama sistem persenjataan dengan kekuatan minimal. Akan tetapi, persoalan yang harus dihadapi adalah masalah anggaran yang masih sangat terbatas sehingga secara bertahap pemerintah berupaya memenuhinya,” papar Julian lagi.
Kesejahteraan prajurit
Pengamat militer Edy Presetyono menyoroti masih dibutuhkan pembenahan dalam bidang kesejahteraan prajurit dan profesionalitas prajurit dengan pemenuhan alat utama sistem persenjataan. Kedua hal itu membutuhkan komitmen eksekutif dan legislatif. Isu tentang pembenahan kesejahteraan prajurit sering terimpit di antara isu-isu besar, seperti hak memilih prajurit TNI, padahal pemenuhan kesejahteraan prajurit erat hubungannya dengan profesionalitas.
”Remunerasi harus jadi salah satu agenda. Negara wajib menjamin kesejahteraan prajurit bukan hanya untuk hidup, untuk profesional seperti gaji, rumah, pendidikan,” ujar Edy.
Secara internal, TNI perlu melakukan konsolidasi organisasi. Menurut Edy, struktur TNI yang sekarang terlalu gemuk perlu dilihat lagi.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment