ALUTSISTA ARDAVA BERITA HANKAM CAKRA 401 SUBMARINE DEFENSE STUDIES INDO-DEFENSE INDONESIA DEFENSE INDONESIA TEKNOLOGI RINDAM V BRAWIJAYA THE INDO MILITER
Formil MIK Formil Kaskus Formil Detik.COM
PT.DI LAPAN LEN NUKLIR PAL PINDAD RADAR RANPUR ROKET RUDAL SATELIT SENJATA TANK/MBT UAV
TNI AD TNI AL TNI AU
HELIKOPTER KAPAL ANGKUT KAPAL INDUK KAPAL LATIH KAPAL PATROLI KAPAL PERANG KAPAL PERUSAK KAPAL SELAM PESAWAT TEMPUR PESAWAT ANGKUT PESAWAT BOMBER PESAWAT LATIH PESAWAT PATROLI PESAWAT TANKER
KOPASSUS PASUKAN PERDAMAIAN PERBATASAN
  • PERTAHANAN
  • POLRI POLISI MILITER
  • PBB
  • NATO BIN DMC TERORIS
    AMERIKA LATIN AMERIKA UTARA BRASIL USA VENEZUELA
    AFGANISTAN ETHIOPIA IRAN ISRAEL KAZAKHTAN KYRGYZTAN LEBANON LIBYA MESIR OMAN PALESTINA TIMUR TENGAH YAMAN
    ASEAN AUSTRALIA Bangladesh BRUNAI CHINA INDIA INDONESIA JEPANG KAMBOJA KORSEL KORUT
    MALAYSIA Selandia Baru PAKISTAN PAPUA NUGINI Filipina SINGAPURA SRI LANGKA TAIWAN TIMOR LESTE
    BELANDA BULGARIA INGGRIS ITALIA JERMAN ROMANIA RUSIA UKRAINA
    MIK News empty empty R.1 empty R.2 empty R.3 empty R.4

    Monday, December 19, 2011 | 12:02 PM | 0 Comments

    Menghidupkan Kembali Industri Pertahanan Dalam Negeri

    Jakarta - Tiga kebijakan dasar pemerintah dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) memiliki arti penting bagi kebangkitan industri pertahanan dalam negeri. Tiga kebijakan itu adalah produksi alutsista dalam negeri,impor tanpa kondisionalitas,dan pembangunan kerangka kerja sama yang konstruktif seperti joint investment,joint productions, joint research development and innovation.

    Dengan kebijakan ini, tak pelak menjadi angin segar bagi industri pertahanan dalam negeri. Betapa tidak,industri pertahanan dalam negeri yang sebenarnya memiliki kemampuan tak kalah dari industri serupa di luar negeri,sangat membutuhkan pesanan alutsista.Tengoklah PT Dirgantara Indonesia (PT DI).Perusahaan yang dulu bernama IPTN ini dengan lisensi dari beberapa negara,mampu menghasilkan berbagai jenis helikopter maupun pesawat sayap tetap yang cukup laris di luar negeri.

    Namun semua lisensi pembuatan helikopter itu telah habis,sehingga PT DI tak bisa memproduksinya lagi.Adapun untuk pengembangan desain sendiri,biayanya sangat mahal.Dikhawatirkan kondisi ini membuat regenerasi ahli pesawat di PT DI tersendat karena generasi baru belum disertai pengalaman membuat pesawat.Jika dalam dua tahun tanpa proyek,kemampuan membuat rancang bangun pesawat bisa hilang.

    Dengan kebijakan ini, maka PT DI pun bisa “hidup kembali”.Terutama untuk memenuhi pesanan alutsista militer Indonesia. “Saat ini kami sedang dalam tahap riset membuat helikopter pengembangan dari jenis lama. Sebenarnya asal ada pesanan yang tinggi, otomatis mendorong kreatifitas terus berkembang,”ungkap Direktur Teknik dan Pengembangan PT DI Dita Ardoni Safri.

    Di Surabaya,PT PAL Indonesia yang pernah menimba ilmu dalam proyek pembangunan kapal perang jenis korvet dengan Belanda dan landing platform dock(LPD) Korea Selatan,kini mampu memproduksi kapal patroli cepat dan LPD untuk TNI AL.Bahkan, sekarang juga melayani pesanan LPD dari Filipina. Namun,dari sekitar 2.000 komponen dalam satu buah kapal yang diproduksi itu,hanya 30% komponennya yang mampu dihasilkan PT PAL.

    Sisanya,masih bergantung pada industri lain,misalnya elektronik,persenjataan, dan mesin. Direktur SDM dan Umum PT PAL Indonesia Sewoko Kartanegara mengatakan, komponenkomponen itu kebanyakan didatangkan dari luar negeri.Ini bukan karena industri dalam negeri tidak mampu memproduksi, namun karena tidak ada sinergi antarindustri strategis.Karena itu, diharapkan ada undangundang yang mengatur mengenai sinergi antarindustri pertahanan dan industri strategis lain.

    “Adanya undang-undang akan lebih menjamin keberlanjutan pembuatan alutsista, ”ujarnya. Di samping undangundang, keberlanjutan pemesanan kapal dari pemerintah juga sangat diharapkan.Tanpa proyek pembuatan kapal,maka beban biaya pembuatan kapal perang sangat mahal. “Tidak mungkin kita menerima order hanya satu buah kapal karena nilainya tidak ekonomis dan harganya juga jauh lebih mahal,”paparnya.

    Sementara itu,senapan, amunisi,dan kendaraan tempur produksi PT Pindad mampu mencuri perhatian dunia. Perusahaan ini membidik peluang pasar alutsista untuk MEF 2010-2014 yang mencapai nilai Rp13,664 triliun.Mayoritas dihasilkan dari produk kendaraan tempur (ranpur) sebanyak Rp10,782 triliun (424 unit) serta senjata ringan dan senjata pokok sebesar Rp1,315 triliun (126.248 pucuk senjata).

    Direktur Manufaktur PT Pindad Tri Harjono mengatakan,PT Pindad ditugasi untuk memproduksi alutsista guna mendukung program minimum essential force (MEF) bagi TNI.“Itu yang kami prioritaskan terlebih dulu (bukan ekspor),” katanya. Meski demikian,PT Pindad masih memiliki kesulitan karena ketika produk dibeli pemerintah, pembiayaan dilakukan di akhir tahun. Padahal, biaya produksi yang harus dikeluarkan tidak sedikit.

    Sumber : SINDO

    Berita Terkait:

    0 komentar:

    Post a Comment

     
    Copyright © 2010 - All right reserved | Template design by ADMIN | Published by MAJU INDONESIA KU
    Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.