ALUTSISTA ARDAVA BERITA HANKAM CAKRA 401 SUBMARINE DEFENSE STUDIES INDO-DEFENSE INDONESIA DEFENSE INDONESIA TEKNOLOGI RINDAM V BRAWIJAYA THE INDO MILITER
Formil MIK Formil Kaskus Formil Detik.COM
PT.DI LAPAN LEN NUKLIR PAL PINDAD RADAR RANPUR ROKET RUDAL SATELIT SENJATA TANK/MBT UAV
TNI AD TNI AL TNI AU
HELIKOPTER KAPAL ANGKUT KAPAL INDUK KAPAL LATIH KAPAL PATROLI KAPAL PERANG KAPAL PERUSAK KAPAL SELAM PESAWAT TEMPUR PESAWAT ANGKUT PESAWAT BOMBER PESAWAT LATIH PESAWAT PATROLI PESAWAT TANKER
KOPASSUS PASUKAN PERDAMAIAN PERBATASAN
  • PERTAHANAN
  • POLRI POLISI MILITER
  • PBB
  • NATO BIN DMC TERORIS
    AMERIKA LATIN AMERIKA UTARA BRASIL USA VENEZUELA
    AFGANISTAN ETHIOPIA IRAN ISRAEL KAZAKHTAN KYRGYZTAN LEBANON LIBYA MESIR OMAN PALESTINA TIMUR TENGAH YAMAN
    ASEAN AUSTRALIA Bangladesh BRUNAI CHINA INDIA INDONESIA JEPANG KAMBOJA KORSEL KORUT
    MALAYSIA Selandia Baru PAKISTAN PAPUA NUGINI Filipina SINGAPURA SRI LANGKA TAIWAN TIMOR LESTE
    BELANDA BULGARIA INGGRIS ITALIA JERMAN ROMANIA RUSIA UKRAINA
    MIK News empty empty R.1 empty R.2 empty R.3 empty R.4

    Thursday, June 17, 2010 | 9:53 AM | 0 Comments

    TNI Kaji Ikut Pemilu


    Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso (tengah) bersama Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Brigjen Waris (kiri) dan mantan Komandan Paspampres Mayjen Marciano Norman seusai acara serah terima jabatan Komandan Paspampres di Mako Paspampres, Jakarta, Rabu (16/6). Mayjen Marciano Norman selanjutnya menduduki posisi baru sebagai Panglima Kodam Jaya.

    Jakarta, Kompas - Tentara Nasional Indonesia mulai mengkaji keikutsertaan prajurit untuk memilih dalam pemilihan umum. Pembahasan ini merupakan langkah awal pengembalian hak kewarganegaraan prajurit TNI.

    ”Jalannya masih panjang,” kata Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, Rabu (16/6) di Jakarta, seusai Upacara Serah Terima Jabatan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dari Mayjen Marciano Norman kepada Brigjen Waris.

    Menurut Panglima TNI, keikutsertaan prajurit TNI dalam pemilu masih harus dibahas bersama di antara para panglima dan kepala staf angkatan di dalam tubuh TNI. Selain itu, perlu dilakukan penelitian, baik secara internal maupun eksternal.

    ”Masih dalam pengkajian untuk menentukan sikap apakah TNI akan ikut Pemilu 2014 atau tidak. Jadi, saya tidak bisa jawab sekarang,” kata Djoko. Menurut Djoko, banyaknya wacana yang berkembang di luar TNI-lah yang membuat pengkajian ini dilakukan. ”Banyak wacana yang berkembang. Oleh karena itu, akan dibahas,” kata Djoko.

    Pembahasan tentang hak memilih tersebut rencananya akan dilakukan di Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI, pekan ini. Hasil pengkajian awal Sesko TNI ini akan menjadi bahan dalam seminar internal dan belum menjadi naskah berbentuk rekomendasi.

    ”Masalahnya bukan apakah prajurit TNI itu boleh memilih atau tidak. Akan tetapi, kapan hak pilih itu akan dikembalikan,” kata pengamat militer dari Universitas Indonesia, Andi Widjajanto. Menurut Andi, sejak 2002, pengembalian hak pilih ini telah dibahas. Hak memilih adalah hak warga negara prajurit dan negara tidak memiliki alasan untuk menahannya secara permanen.

    ”Saat itu, ada konsensus untuk sementara tak memberikan hak kewarganegaraan bagi anggota TNI,” kata Andi. Saat itu, dikhawatirkan pemberian hak pilih bagi anggota TNI akan memecah belah soliditas internal serta akan mengakibatkan politisasi TNI, misalnya ketika partai politik menggunakan individu anggota TNI.

    Kesiapan individu

    Pertanyaan yang harus diperhatikan adalah kesiapan individu prajurit. Apakah telah ada pelajaran kewarganegaraan yang cukup dalam kurikulum pendidikan militer selama ini. Apakah prajurit bisa mengidentifikasikan dirinya antara posisi sebagai prajurit dan warga negara. ”Nanti apakah seorang prajurit akan bertanya kepada komandannya, pilih partai apa. Padahal, atasannya itu posisinya sama-sama sebagai warga negara,” kata Andi.

    Menganggap pengembalian hak pilih ini sebagai keharusan, Andi mengusulkan kalau hak pilih prajurit TNI itu diberikan pada tingkatan pemilihan umum kepala daerah (pilkada) terlebih dahulu. Alasannya, pilkada memiliki skala lebih kecil sehingga mudah diamati konsekuensi yang akan timbul. Pemilihan wali kota dan kabupaten hanya akan melibatkan jumlah prajurit yang lebih sedikit. Ini membuat dampaknya secara politis bisa terukur.

    Menurut Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Aslizar Tanjung, pembahasan ini akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Namun, menurut dia, pembahasan tersebut dilakukan tidak dalam sebuah kesempatan khusus. ”Akan masuk pembahasan rutin,” katanya.

    Andi Widjajanto menyambut pembahasan ini sebagai langkah awal dalam sebuah proses yang formal. Dengan adanya kajian ini bisa dilakukan penjadwalan, misalnya, mulai kapan pendidikan tentang hak-hak warga negara mulai diberikan dan kapan prajurit bisa mulai ikut pemilu. ”Bayangan saya, 2010-2014 itu civic education, 2014 tidak ikut pemilu nasional dulu, habis itu baru ikut pilkada. Tahun 2019 baru ikut pemilu nasional.” katanya.


    Sumber: KOMPAS

    Berita Terkait:

    0 komentar:

    Post a Comment

     
    Copyright © 2010 - All right reserved | Template design by ADMIN | Published by MAJU INDONESIA KU
    Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.