Hal itu disampaikan oleh Kasubdit Direktorat Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan Kementerian Luar Negeri Ibnu Wahyutomo kepada wartawan di Jakarta, Kamis (4/2). "Kita berbatasan dengan sepuluh negara. Dengan sepuluh negara, kita masih mempunyai masalah perbatasan," kata Ibnu.
Kesepuluh negara tersebut adalah India, Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, Filipina, Palau, Papua Nugini, Timor Leste, dan Australia. Negosiasi dengan kesepuluh negara tersebut, menurutnya, memiliki tingkat kesulitan berbeda-beda.
Negosiasi tersebut, sambung dia, tidak bisa dipastikan waktu penyelesaiannya karena menyangkut hubungan antar negara yang berdaulat. Penyelesaiannya sendiri membutuhkan satu kesatuan, mulai dari penetapan batas, penegasan batas, dan penerimaan dari masyarakat perbatasan serta keterlibatan pemerintahan daerah.
"Kesulitannya adalah karena mereka tidak mau mengikuti apa yang kita inginkan, sebaliknya kita punya posisi dasar sendiri, dan dua-duanya adalah negara berdaulat," ujarnya.
Hal itu juga diamini oleh Dirjen Strategi Pertahanan Kemenhan Mayjen Syarifuddin Tippe. Ia menegaskan masalah perbatasan merupakan masalah kompleks yang menyangkut semua fungsi pihak terkait. Apalagi, rujukan masing-masing pihak berbeda.
Contoh kasus adalah perbatasan darat antara Malaysia-Indonesia. "Kita sudah 39 kali outstanding boundary problem terkait masalah perbatasan dengan Malaysia. Ada sepuluh segmen yang akan dibicarakan ke depan," jelasnya.
Direktur Wilayah Pertahanan Dirjen Strahan TH Soesetyo menjelaskan bahwa sepuluh segmen tersebut membentang sepanjang Kalimantan Timur, mulai dari Sebatik, Sungai Sinapat, D500, D400, D700, Sungai Buan, Gunung Raya hingga Tanjung Datu. Permasalahan terjadi karena belum adanya penegasan batas antara kedua negara.
"Batas negara didasarkan pada penetapan batas antara Belanda dan Inggris. Penetapan batas antara Inggris dan Belanda sudah dilakukan, yakni ditetapkan dengan melihat waterseed. Tapi, ada beda persepsi dan pada tahun 70-an sudah dilakukan survei bersama. Ternyata menyisakan masalah," jelasnya.
Sumber: Media Indonesia
Berita Terkait:
INDONESIA
- Proses Pengecatan Leopard 2A4 Dan Marder 1A3 TNI AD
- Kemhan : Indonesia-Rusia Belum Sepakat Hibah Kapal Selam
- Foto Kedatangan Leopard 2A4 Dan Marder 1A3
- 2014, Dua Helikopter Apache Tiba Di Indonesia
- Indonesia dan Polandia Jajaki Kerjasama Produksi Bersama Alutsista
- Dua Su-30MK2 TNI AU Tiba Di Makasar
- Komisi I Siap Awasi Pengadaan Helikopter Apache
- Indonesia Kirim Degelasi Ke Rusia Untuk Tinjau 10 Kapal Selam
- Kemhan Kirim Tim untuk Pelajari Spesifikasi Apache
- Menhan Tempatkan Satu Squadron Apache Di dekat Laut China Selatan
- Selain Apache AH-64E, Indonesia Juga Tertarik Dengan Chinook
- Komisi I Dukung Pengadaan Satelit Untuk Pertahanan Negara
- Darurat , Tol Jagorawi Dijadikan Landasan Pesawat Tempur
- Rusia - AS Saling Berlomba Dalam Pengadaan Alutsista Indonesia
- Komisi I : Kami Berharap AS Turut Berpartisi Dengan Industri Pertahanan RI
- Komisi I Mendukung Tawaran 10 Kapal Selam Bekas Dari Rusia
- Rusia Tawarkan 10 Kapal Selam Bekas Kepada Indonesia
- 2014, Pemerintah Mengalokasikan Rp 83,4 Triliun Untuk Kementerian Pertahanan.
- Ketua KNKT : Lanud Polonia Harus Aman Untuk F-16
- Hari ini, 4 Kapal Perang Indonesia Show Force Balas Provokasi Malaysia
- KSAD : Helikopter Apache Akan Tiba 2018
- Korsel Kembangkan Internal Waepon Bay Untuk Pesawat Tempur K/IFX
- Islamic Development Bank Fasilitasi Kredit Ekspor Untuk PT DI
- Perancis Tingkatkan Kerjasama Pertahanan Dengan Indonesia
- Indonesia Kurang Teliti Dalam Pengadaan Pesawat Super Tucano Dari Brasil
0 komentar:
Post a Comment