TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa hari ini, Senin 30 Agustus 2010 bertolak ke Singapura untuk melakukan pertukaran Piagam Pengesahan Perjanjian tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Indonesia-Singapura di bagian barat Selat Singapura dengan Menteri Luar Negeri Singapura, George Yong-Boon Yeo.
Pada kesempatan ini, Menteri Luar Negeri Kedua Negara juga meneken Joint Submission Letter untuk mendepositkan perjanjian tersebut kepada Sekretaris Jenderal PBB.
Seperti dilansir dari Situs Resmi Kementerian Luar Negeri, perjanjian tersebut merupakan hasil dari delapan putaran perundingan antar kedua negara sejak tahun 2005. Dengan dilakukannya pertukaran piagam ini, perjanjian berlaku mulai hari ini.
Adapun garis batas laut wilayah yang disepakati dalam perjanjian ini adalah kelanjutan dari perjanjian Indonesia-Singapura sebelumnya, yaitu tanggal 25 Mei 1973. Penetapannya dilakukan berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982. Dalam menentukan garis batas laut wilayah ini, Indonesia menggunakan referensi titik dasar (basepoint) Indonesia di Pulau Nipa serta garis pangkal kepulauan Indonesia (archipelagic baseline) yang ditarik dari Pulau Nipa ke Pulau Karimun Besar.
Tim Teknis Perunding batas maritim Indonesia kali ini terdiri atas instansi lintas sektoral terkait yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian ESDM, Mabes TNI, Mabes TNI AL, Dinas Hidro-Oseanographi TNI AL, serta Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Tim juga memperoleh masukan dari Tim Pakar yang terdiri dari para pakar dan akademisi.
Dengan selesainya batas laut wilayah pada segmen barat ini, maka masih terdapat segmen timur 1 dan timur 2 yang perlu dirundingkan. Segmen timur 1 adalah di wilayah Batam – Changi dan segmen timur 2 adalah wilayah sekitar Bintan-South Ledge/Middle Rock/Pedra Branca yang masih menunggu hasil negosiasi lebih lanjut dengan Malaysia.
Sumber: TEMPO
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment