Menurut Manajer Proyek, Gito Waluyo, permintaan terhadap kebutuhan ANP per tahun untuk dalam negeri saat ini mencapai 300-350 ribu ton. “Prediksi ini akan meningkat tiap tahun. Sedangkan jumlah produksi ANP dalam negeri tak mencukupi permintaan tersebut,” kata Gito di Jakarta, Kamis (2/9).
Dalam proyek ini Rekind menggunakan teknologi lisensi UHDE Germany. Teknologi ini membutuhkan banyak pekerja sehingga diharapkan mampu menyerap tenaga karyawan hingga seribu orang. Proyek bernilai US$ 300 juta atau sekitar Rp 2,7 triliun yang berlokasi di Bontang, Kalimantan Timur ini dijadwalkan rampung tahun depan.
Dengan selesainya pembangunan pabrik ANP ini, diharapkan mampu menjadikan Indonesia sebagai produsen ANP terbesar dunia. Menurut Gito, keberhasilan dan kualitas pelaksanaan pabrik ANP yang baik akan memberikan dampak positif bagi pengembangan bisnis serta membawa keuntungan terhadap mitra lokal.
Proyek yang dimiliki oleh PT Kaltim Nitrate Indonesia tersebut sahamnya dimiliki oleh perusahaan Australia yaitu Orica Ltd. Melalui proyek ini, Rekind akan membuka pintu pasar EPC Australia. Saat ini, Rekind sudah menerima permintaan pembuatan pabrik dengan kapasitas serupa di beberapa negara lain.
Sumber: TEMPO
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment