TEMPO Interaktif, SEBATIK - Warga Indonesia di Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, meminta pemerintah segera menuntaskan masalah dengan Malaysia. Sebab, jika ketegangan berlarut, warga Sebatik, yang berbatasan langsung dengan Malaysia, akan merasakan dampaknya dalam kehidupan sehari-hari.
Masjidil, Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan di wilayah itu, mengungkapkan bahwa sejauh ini anggotanya mencoba mengabaikan krisis yang terjadi antara Jakarta dan Kuala Lumpur. Menurut dia, warga Sebatik hanya berharap situasi tersebut tak berimbas pada ketegangan hubungan antarwarga kedua negara di perbatasan.
"Kami berharap tidak ada pengetatan khusus di Tawau, Malaysia,” kata Masjidil, yang dihubungi kemarin. “Kalau itu terjadi, pasti kami akan kesulitan dan ujung-ujungnya rugi."
Kerugian akan terjadi karena selama ini warga Sebatik menggantungkan nasib mereka pada kemakmuran ekonomi Tawau, Malaysia. Mereka menjual hasil perkebunan dan ikan ke kota itu. Banyak kebutuhan dan aneka barang konsumsi juga dipenuhi dari Tawau, yang hanya berjarak tak lebih dari 30 menit perjalanan dengan perahu.
Warga Sebatik memilih Tawau karena, untuk menjangkau ibu kota kabupaten di Tarakan, mereka membutuhkan waktu tiga jam perjalanan dengan perahu. Pulau Sebatik merupakan kepulauan yang dihuni kedua warga negara, RI dan Malaysia. Di pulau ini terdapat garis batas negara membelah pulau.
Masjidil mengakui sejauh ini nelayan yang melaut hingga ke Ambalat masih bisa beraktivitas tanpa gangguan. "Kami berharap ketegangan ini tak sampai mengganggu kami," katanya.
Pada Ahad lalu (29 Agustus), kapal RI Sultan Hasanuddin milik TNI Angkatan Laut menangkap empat kapal nelayan berbendera Malaysia di perairan Karang Unarang di Nunukan. Empat kapal itu diduga mencari ikan secara ilegal dan memasuki wilayah Indonesia tanpa izin.
Sedikitnya 29 awak kapal ditangkap dalam peristiwa itu. Namun, setelah diperiksa, ternyata seluruh awak kapal tersebut merupakan warga Indonesia asal Sulawesi yang bekerja di Malaysia.
Sumber: TEMPO
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment