ALUTSISTA ARDAVA BERITA HANKAM CAKRA 401 SUBMARINE DEFENSE STUDIES INDO-DEFENSE INDONESIA DEFENSE INDONESIA TEKNOLOGI RINDAM V BRAWIJAYA THE INDO MILITER
Formil MIK Formil Kaskus Formil Detik.COM
PT.DI LAPAN LEN NUKLIR PAL PINDAD RADAR RANPUR ROKET RUDAL SATELIT SENJATA TANK/MBT UAV
TNI AD TNI AL TNI AU
HELIKOPTER KAPAL ANGKUT KAPAL INDUK KAPAL LATIH KAPAL PATROLI KAPAL PERANG KAPAL PERUSAK KAPAL SELAM PESAWAT TEMPUR PESAWAT ANGKUT PESAWAT BOMBER PESAWAT LATIH PESAWAT PATROLI PESAWAT TANKER
KOPASSUS PASUKAN PERDAMAIAN PERBATASAN
  • PERTAHANAN
  • POLRI POLISI MILITER
  • PBB
  • NATO BIN DMC TERORIS
    AMERIKA LATIN AMERIKA UTARA BRASIL USA VENEZUELA
    AFGANISTAN ETHIOPIA IRAN ISRAEL KAZAKHTAN KYRGYZTAN LEBANON LIBYA MESIR OMAN PALESTINA TIMUR TENGAH YAMAN
    ASEAN AUSTRALIA Bangladesh BRUNAI CHINA INDIA INDONESIA JEPANG KAMBOJA KORSEL KORUT
    MALAYSIA Selandia Baru PAKISTAN PAPUA NUGINI Filipina SINGAPURA SRI LANGKA TAIWAN TIMOR LESTE
    BELANDA BULGARIA INGGRIS ITALIA JERMAN ROMANIA RUSIA UKRAINA
    MIK News empty empty R.1 empty R.2 empty R.3 empty R.4

    Friday, May 6, 2011 | 8:11 AM | 0 Comments

    Uji Materi Undang - Undang TNI Di Tolak Oleh MK

    Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menguatkan kedudukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan (Kemhan) dalam menyusun kebijakan pertahanan negara.

    Uji materi UU No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yang dimohonkan Mohammad Riyadi Setyarto dan Rasma ditolak. Ketua MK Mahfud MD dalam amar putusannya mengatakan menolak permohonan untuk seluruhnya. Dengan demikian, kedudukan TNI masih tetap di bawah koordinasi Kemhan, bukan berada di bawah presiden langsung. “Dalil-dalil para pemohon dalam pokok permohonan tidak beralasan hukum. Mahkamah menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,”ujarnya dalam sidang pleno pembacaan putusan di Jakarta kemarin. Sebelumnya Setyarto dan Rasma yang pernah berprofesi sebagai nelayan memohon uji materi Pasal 3 ayat (2),Pasal 15 ayat (7), (8), (9), Pasal 66 ayat (2),Pasal 67, dan Pasal 68 ayat (2) UU No 34/2004 tentang TNI.

    Pasal-pasal itu intinya mengatur setiap tugas Panglima TNI dikoordinasikan dengan Menhan untuk menyusun kebijakan pertahanan negara. Mereka berdua menilai keberadaan TNI di bawah Kemhan menjadi penyebab terjadinya pelanggaran batas wilayah atau pencurian hasil bumi di daerah perbatasan.Mereka dirugikan karena hasil tangkapan berkurang. Karena itu, pemohon meminta agar TNI dikembalikan posisinya di bawah presiden. Sebab, posisi TNI di bawah Kemhan menyebabkan keamanan dan perlindungan warga negara,termasuk diri pemohon, menjadi berkurang.Karena itu,pasal-pasal itu dianggap bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945.

    Dalam pertimbangannya, MK berpendapat pasal-pasal yang dimohonkan mengatur tata hubungan organisasi Kemhan- TNI yang merupakan kebijakan hukum terbuka (opened legal policy) dari pembentuk undang-undang. Pengaturan itu meletakkan manajemen tentang dukungan administrasi pertahanan negara kepada Kemhan yang juga unit organisasi yang secara langsung membantu pelaksanaan tugastugas presiden. Karena itu dalil pemohon bahwa TNI harus berada langsung di bawah presiden tidak benar dan tidak pula mengurangi efektivitas peran dan fungsi substansinya hanya karena Kemhan mengurus soal-soal administrasi dukungan terhadap TNI. Efektivitas peran dan fungsi substansinya tetap berada di bawah komando presiden secara berjenjang menurut susunan organisasi.

    “Keberadaan Kemhan merupakan kementerian yang secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 8 ayat (3) UUD 1945 yang secara konstitusional berkaitnya dengan TNI sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (2) UUD 1945. Sebab, kedua unit organisasi pemerintahan itu sama-sama mempunyai tugas pokok di bidang pertahanan, utamanya kedaulatan negara,” tutur hakim konstitusi Muhammad Alim. Panglima tertinggi dalam pengerahan TNI untuk operasi tempur langsung dipegang oleh presiden. Lebih dari itu penetapan Panglima TNI harus dengan pertimbangan DPR dan pernyataan perang harus dengan persetujuan DPR.

    Tudingan terjadinya pelanggaran kedaulatan negara berupa pencurian ikan, pencurian kayu,pencurian sumber daya alam lainnya, pendudukan pulau-pulau terluar oleh negara asing disebabkan oleh berlakunya pasal-pasal yang diuji dinilai tidak tepat.Sebab, tidak ada hubungan kausalitas. “Itu hanya bersifat coaccident saja, tidak ada bukti, dan hanya berdasarkan asumsi para pemohon belaka.Dengan demikian dalil para pemohon itu tidak beralasan hukum,” kata Alim.

    Sumber: SEPUTAR INDONESIA

    Berita Terkait:

    0 komentar:

    Post a Comment

     
    Copyright © 2010 - All right reserved | Template design by ADMIN | Published by MAJU INDONESIA KU
    Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.