ALUTSISTA ARDAVA BERITA HANKAM CAKRA 401 SUBMARINE DEFENSE STUDIES INDO-DEFENSE INDONESIA DEFENSE INDONESIA TEKNOLOGI RINDAM V BRAWIJAYA THE INDO MILITER
Formil MIK Formil Kaskus Formil Detik.COM
PT.DI LAPAN LEN NUKLIR PAL PINDAD RADAR RANPUR ROKET RUDAL SATELIT SENJATA TANK/MBT UAV
TNI AD TNI AL TNI AU
HELIKOPTER KAPAL ANGKUT KAPAL INDUK KAPAL LATIH KAPAL PATROLI KAPAL PERANG KAPAL PERUSAK KAPAL SELAM PESAWAT TEMPUR PESAWAT ANGKUT PESAWAT BOMBER PESAWAT LATIH PESAWAT PATROLI PESAWAT TANKER
KOPASSUS PASUKAN PERDAMAIAN PERBATASAN
  • PERTAHANAN
  • POLRI POLISI MILITER
  • PBB
  • NATO BIN DMC TERORIS
    AMERIKA LATIN AMERIKA UTARA BRASIL USA VENEZUELA
    AFGANISTAN ETHIOPIA IRAN ISRAEL KAZAKHTAN KYRGYZTAN LEBANON LIBYA MESIR OMAN PALESTINA TIMUR TENGAH YAMAN
    ASEAN AUSTRALIA Bangladesh BRUNAI CHINA INDIA INDONESIA JEPANG KAMBOJA KORSEL KORUT
    MALAYSIA Selandia Baru PAKISTAN PAPUA NUGINI Filipina SINGAPURA SRI LANGKA TAIWAN TIMOR LESTE
    BELANDA BULGARIA INGGRIS ITALIA JERMAN ROMANIA RUSIA UKRAINA
    MIK News empty empty R.1 empty R.2 empty R.3 empty R.4

    Sunday, July 25, 2010 | 11:11 AM | 0 Comments

    Di Balik Normalisasi Kerja Sama RI-AS


    Ada yang luput dari perhatian saat Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro menggelar konferensi pers seusai bertemu Menteri Pertahanan AS Robert Gates, Kamis (22/7). Perhatian terpusat pada normalisasi Komando Pasukan Khusus (Kopassus), pasukan elite TNI AD, dengan AS. Padahal, Purnomo mengeksplorasi beberapa hal yang menjadi pusat perhatian Gates, yaitu pengamanan Laut China Selatan.

    Soal ini, AS meminta Indonesia menjaga terusan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) agar bebas ancaman. Kepentingan AS soal Laut China Selatan meningkat. Ini akibat semakin intensifnya Angkatan Laut China yang mengubah strategi dari pertahanan lepas pantai menjadi pertahanan laut jauh.

    Pada 18 Maret lalu, enam kapal perang China pertama kali melakukan latihan perang di Fiery Cross Reef, kepulauan di antara Vietnam-Malaysia–Filipina. Lalu, menurut New York Times, seorang pejabat militer China menyebut Laut China Selatan sebagai core national interest yang sejajar dengan Tibet. Tindakan China makin menjadi-jadi di Laut China Selatan.

    Peran Indonesia sebagai negara kepulauan dan kebijakan luar negeri kita yang tidak berpihak dan perkembangan demokrasi di Indonesia membuat ”Paman Sam” memberikan gula-gulanya. Hubungan militer RI-AS belum pulih. Hukum Leahy sejak 2001 membuat AS tidak boleh memberikan bantuan militer ke sebuah negara yang melanggar HAM.

    Komandan Jenderal Kopassus Mayor Jenderal Lodewijk F Paulus berangkat ke AS untuk melobi. Sepulang dari AS, di Kopassus terjadi pergeseran komandan. Kini kaum muda yang menjabat di Kopassus nihil catat HAM. Kerja sama Kopassus dengan AS di bidang pendidikan dan bantuan alat adalah urusan nomor dua dibandingkan dengan penghapusan noda soal HAM. Tidak banyak yang bisa diharapkan dengan pernyataan Gates yang berbunyi, ”a measured and gradual program of security cooperation activities”. Gates juga menyatakan tetap melihat reformasi TNI dan internal Kopassus. Gates memang harus hati-hati. Pernyataannya yang abu-abu itu langsung dikomentari negatif oleh Senator Leahy dari Partai Demokrat, yang menentang pemulihan kerja sama AS dengan Kopassus.

    Kopassus milik rakyat

    Kopassus seharusnya tidak menganggap rangkulan basa-basi AS sebagai simbol penebusan dosa. Rakyat Indonesia adalah pemilik Kopassus. Kepada rakyatlah kewajiban terbesar Kopassus secara khusus dan TNI harus dipertanggungjawabkan. Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso dengan tegas mengatakan, masalah Kopassus dianggap selesai dengan diadilinya beberapa prajurit dan perwira di Pengadilan Militer. Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan demi akuntabilitas institusi TNI. Akuntabilitas bisa tercapai kalau ada pengakuan formal yang tegas akan terjadinya kejahatan HAM di masa lalu.

    Deretan pekerjaan rumah di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum selesai. Pengadilan Ad Hoc HAM belum juga terwujud, padahal sudah setahun DPR merekomendasikan hal tersebut untuk keluarga orang hilang sekitar tahun 1997-1998. Beberapa kasus seperti pembunuhan Rozy Munir dan hasil investigasi Komnas HAM belum ada yang pernah ditindaklanjuti. Revisi sistem Peradilan Militer juga belum selesai setelah terjadi kemandekan dalam penyusunan RUU ini dalam periode DPR lalu.

    Sumber: KOMPAS

    Berita Terkait:

    0 komentar:

    Post a Comment

     
    Copyright © 2010 - All right reserved | Template design by ADMIN | Published by MAJU INDONESIA KU
    Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.