
Saat ini terdapat dua perusahaan asing yang tertarik melakukan kerjasama ini, yakni Thales dari Prancis dan Harris dari Amerika Serikat. Thales menawarkan harga US$60 juta sedangkan Harris menawarkan harga US$62 juta.
Menurut Wahyudin, Mabes TNI lebih condong memilih Harris. "Dari yang saya lihat ada kecenderungan besar untuk memilih Harris," ujarnya ketika menyambut Kunjungan Kerja Komisi I DPR RI di Kantor LEN, Bandung, Kamis (11/3).
Padahal besarnya harga tidak menentukan kualitas. Ia menyatakan kerjasama dengan Thales Prancis lebih menguntungkan. Pihak Thales menjanjikan untuk membangun pabrik di Indonesia jika kerjasama ini dapat dilakukan.
"Ini sangat penting untuk kemajuan aplikasi teknologi elektronika di Indonesia, baik itu untuk pertahanan ataupun lainnya," tuturnya.
Saat ini Thales sudah membangun pabrik di 14 negara di dunia. Di negara ASEAN, Thales sudah membangun pabrik di Malaysia. "Kami sudah mempelajari dan kondisi pabrik ini sangat mandiri. Mereka juga menjanjikan 34% dari keuntungan," jelasnya.
Ia khawatir kerjasama dengan Harris akan menimbulkan masalah. Karena produk yang dijual oleh perusahaan ini buatan Singapura, sedangkan Harris sendiri merupakan perusahaan Amerika Serikat. "Ada ketentuan bahwa alat dan perusahaan harus berasal dari negara yang sama," ungkapnya.
Alat komunikasi yang ditawarkan memang bersifat khusus. LEN memprioritaskan alat khusus bagi Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC). Sedangkan pasukan wilayah akan menggunakan alat komunikasi biasa.
"Jika Thales dimenangkan maka akan ada terobosan dalam pengembangan industri alat komunikasi di dalam negeri," tambahnya.
Menanggapi keluhan ini, Ketua Komisi I DPR Kemal Azis Stamboel menyatakan akan segera melakukan koordinasi dengan stakeholder pertahanan negara, yakni Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI. Menurutnya kunjungan kerja DPR sudah sepakat untuk berpihak pada produk dalam negeri dalam pemenuhan alutsista.
"Kami akan melakukan koordinasi dengan seluruh stakeholder pertahanan, dalam hal ini adalah Mabes TNI," ungkapnya.
Menurutnya keberpihakan terhadap produk dalam negeri harus dimulai oleh semua pihak. Walaupun keberpihakan ini tidak dapat dipaksakan. "Terus terang tidak dapat dipaksakan karena produk dalam negeri masih belum cukup memadai. Namun keberpihakan harus dimulai dari yang sudah ada," jelasnya.
Namun secara keseluruhan problem koordinasi antara seluruh pelaku industri pendukung alutsista dalam negeri juga harus melakukan koordinasi. Karena antara satu industri terkadang tidak memiliki orientasi yang sama.
Misalnya dalam pembuatan panser oleh PT Pindad. Alat komunikasi yang ada di dalam panser tersebut tidak menggunakan produk PT LEN. "Masalah ini harus dipecahkan dengan duduk bersama. Makanya DPR akan mengumpulkan semuanya," tuturnya.
Selaku pengawas, DPR dapat melakukan intervensi melalui fungsi budgeting. "Kami harus tahu alokasi yang kami berikan untuk apa, itu jelas. Sehingga orientasi pengadaan alutsista dapat diarahkan," tegasnya. (AO/OL-7
Sumber: MEDIA INDONESIA
Berita Terkait:
INDONESIA
- Proses Pengecatan Leopard 2A4 Dan Marder 1A3 TNI AD
- Kemhan : Indonesia-Rusia Belum Sepakat Hibah Kapal Selam
- Foto Kedatangan Leopard 2A4 Dan Marder 1A3
- 2014, Dua Helikopter Apache Tiba Di Indonesia
- Indonesia dan Polandia Jajaki Kerjasama Produksi Bersama Alutsista
- Dua Su-30MK2 TNI AU Tiba Di Makasar
- Komisi I Siap Awasi Pengadaan Helikopter Apache
- Indonesia Kirim Degelasi Ke Rusia Untuk Tinjau 10 Kapal Selam
- Kemhan Kirim Tim untuk Pelajari Spesifikasi Apache
- Menhan Tempatkan Satu Squadron Apache Di dekat Laut China Selatan
- Selain Apache AH-64E, Indonesia Juga Tertarik Dengan Chinook
- Komisi I Dukung Pengadaan Satelit Untuk Pertahanan Negara
- Darurat , Tol Jagorawi Dijadikan Landasan Pesawat Tempur
- Rusia - AS Saling Berlomba Dalam Pengadaan Alutsista Indonesia
- Komisi I : Kami Berharap AS Turut Berpartisi Dengan Industri Pertahanan RI
- Komisi I Mendukung Tawaran 10 Kapal Selam Bekas Dari Rusia
- Rusia Tawarkan 10 Kapal Selam Bekas Kepada Indonesia
- 2014, Pemerintah Mengalokasikan Rp 83,4 Triliun Untuk Kementerian Pertahanan.
- Ketua KNKT : Lanud Polonia Harus Aman Untuk F-16
- Hari ini, 4 Kapal Perang Indonesia Show Force Balas Provokasi Malaysia
- KSAD : Helikopter Apache Akan Tiba 2018
- Korsel Kembangkan Internal Waepon Bay Untuk Pesawat Tempur K/IFX
- Islamic Development Bank Fasilitasi Kredit Ekspor Untuk PT DI
- Perancis Tingkatkan Kerjasama Pertahanan Dengan Indonesia
- Indonesia Kurang Teliti Dalam Pengadaan Pesawat Super Tucano Dari Brasil
PT. LEN
- PT LEN Konsisten Dukung Pembangunan Industri Pertahanan
- TNI AL Dan LEN Kembangkan Rekayasa Elektronik Pertahanan
- Update : Kemhan Dan PT LEN Kembangkan Kamera Pengintai
- Menristek Mengajak Swasta Mengembangkan Radar
- SERTIFIKASI ROKET D-230 MASIH DIPROSES KEMHAN
- Panglima TNI: Dayagunakan Industri Pertahanan
- Pemberdayaan BUMNIS, Membangun Kemandirian Alutsista
- Update : RDP Komisi I dengan PT Pindad, PT DI, dan PT PAL
0 komentar:
Post a Comment