Proposal yang baru datang itu adalah tanggapan atas keputusan Iran yang minggu lalu mengumumkan memulai pengayaan uranium ke tingkat 20 persen yang diperlukan untuk penelitian medis Teheran.
"Setelah Iran memutuskan sendiri untuk memproduksi uranium yang diperkaya sampai 20 persen, Perancis, Rusia dan Amerika Serikat menyampaikan proposal baru yang sedang kami pertimbangkan," demikian Salehi, dikutip kantor berita ILNA.
"Saya tidak akan mengungkap isi proposal ini," katanya kepada kantor berita Fars.
Perancis, yang telah menyediakan bahan bakar untuk reaktor Teheran di bawah perjanjian penggunaan uranium yang diperkaya dan disediakan oleh Rusia dan Amerika Serikat, membantah adanya usulan baru itu secara resmi.
"Salehi seharusnya tahu, yang kami tawarkan hanya salah satu item yang diusulkan IAEA (Badan Energi Atom Internasional) pada bulan Oktober, dan sejauh ini belum menerima jawaban yang memuaskan," ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri Perancis, Bernard Valero.
Gedung Putih mengatakan tidak ada proposal baru, sementara Kementerian Luar Negeri Moskwa pun sepakat bergabung dalam penyangkalan itu.
"Rusia, Amerika Serikat, dan Perancis hanya mengukuhkan dukungan bahwa mereka setuju dengan usulan Badan Energi Atom Internasional di luar negeri tentang pengayaan bahan bakar nuklir hingga 20 persen," kata seorang sumber kementerian.
Di bawah proposal yang disusun oleh badan pengawas PBB dan didukung oleh negara-negara besar itu, Iran akan menerima imbalan jika menerima bahan bakar untuk reaktor Teheran dari Perancis dan Rusia.
Pemerintah Barat telah mendorong Iran untuk mengirim semua uranium yang diperkaya secara rendah sebelum menerima bahan bakar apa pun. Namun, Iran berkeras bahwa mereka seharusnya hanya mengirim uranium seperti menerima bahan bakar. Mereka juga menuntut agar pertukaran terjadi di negara mereka sendiri.
Salehi mengatakan bahwa berbagai negara telah menghubungi Iran untuk menyampaikan ide-ide pertukaran uranium untuk bahan bakar. Semuanya saat ini sedang dipertimbangkan.
Pengawas nuklir PBB telah mengusulkan bahwa, sebagai kompromi, Turki sebagai tetangga Iran bersedia menjadi tuan rumah pertukaran.
Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa selama beberapa bulan ini upaya Ankara untuk menengahi kompromi belum membuahkan hasil. "IAEA mengatakan, Turki dapat berfungsi sebagai pusat untuk pertukaran uranium, tetapi tidak ada kesepakatan sampai sekarang," katanya dalam konferensi pers di Doha.
Sementara itu, di ibu kota Qatar, Erdogan mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton yang berada di Teluk untuk tur mencari dukungan bagi sanksi baru yang keras terhadap Iran.
Bulan ini, Perancis memegang posisi ketua Dewan Keamanan PBB dan para pejabat Paris pekan lalu mengatakan bahwa mereka berencana mengadakan pemungutan suara pada paket baru untuk memberi sanksi yang keras terhadap Iran di bidang ekonomi.
Turki menegaskan bahwa dialog soal nuklir belum selesai. Berbicara tentang sanksi ekonomi atau militer hanya akan merusak keseluruhan wilayah.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Senin kemarin meminta Presiden Rusia Dmitry Medvedev untuk mendukung sanksi berat buat Teheran. "Apa yang dibutuhkan sekarang adalah memberikan sanksi yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi rezim, sanksi yang pahit untuk memukul, dengan cara yang meyakinkan kepada semua industri di Iran, seperti minyak, impor, ekspor, dan penyulingan," kata Netanyahu kepada wartawan.
Sumber: KOMPAS
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment