NEW YORK, (PRLM).- Dewan Keamanan PBB akhirnya menerima laporan kontroversial terkait pelanggaran embargo senjata di Darfur setelah beberapa pekan tertunda karena keberatan Cina. Dari berbagai sumber diketahui bahwa laporan rahasia itu mengatakan bahwa peluru-peluru buatan Cina ditemukan di kawasan konflik Sudan itu.
Dokumen itu memang tidak serta merta mengatakan bahwa Beijing bertanggung jawab soal ditemukannya ribuan peluru buatan Cina itu. Namun, dokumen itu mengatakan pemerintah Cina tidak melakukan cukup pengawasan untuk memastikan bahwa persenjataan yang dijual ke pemerintah Sudan tidak sampai ke Darfur.
Bagian inilah yang kemudian memicu protes pemerintah Cina yang mengatakan dokumen itu tidak berdasar sama sekali dan penuh kebohongan. Sebelumnya, Beijing menolak Komite Sanksi Sudan Dewan Keamanan untuk secara resmi menyerahkan laporan itu ke negara-negara anggota Dewan Keamanan.
Laporan yang ditulis oleh panel para pakar ini, diserahkan kepada Duta Besar Inggris untuk PBB yang kini memimpin Dewan Keamanan. Masih menurut sumber, laporan itu mencantumkan berbagai jenis peluru buatan Cina yang ditemukan di Darfur.
Wartawan "BBC" di markas besar PBB New York Barbara Plett mengatakan, tudingan itu sangat kontroversial meski laporan itu juga menegaskan bahwa Cina berhak menjual amunisi ke Sudan selama tidak digunakan di Darfur. Panel itu sebelumnya juga mengklaim bahwa banyak amunisi dan persenjataan asing diperjualbelikan secara gelap di Darfur yang semakin memperuncing konflik antara pemerintah dan kelompok pemberontak.
Belum diketahui apakah laporan soal persenjataan di Darfur ini akan disampaikan kepada publik atau tidak. Sudan dan Cina sejak lama merupakan sekutu dekat. Pemerintah Cina merupakan pemain penting dalam industri minyak Sudan.
PBB mengatakan sedikitnya 300.000 orang tewas dan 2,6 juta orang lainnya terpaksa menjadi pengungsi sejak pemberontak Darfur mengangkat senjata melawan pemerintah pada tahun 2003. Presiden Sudan Omar al-Bashir menjadi buronan Pengadilan Kriminal Internasional dengan tuduhan melakukan kejahatan perang di Darfur. Presiden Bashir berulang kali membantah tuduhan itu.
Pemerintahan Omar al-Bashir bahkan mengatakan jumlah korban akibat konflik Darfur terlalu dibesar-besarkan demi alasan politis. Menurut dia jumlah korban tewas sesungguhnya adalah sekitar 10.000 orang saja.
Sumber : PIKIRAN RAKYAT
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment