JAKARTA - Dalam rangka modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista), TNI akan sepenuhnya mengikuti kebijakan pemerintah menggunakan secara optimal produksi industri pertahanan dalam negeri. Kebijakan tersebut amat strategis, karena dapat mengurangi ketergantungan terhadap negara lain.
Dalam program revitalisasi ini, pemerintah memiliki komitmen kuat untuk menciptakan Indonesia Incorporated dengan memberdayakan BUMN Industri Strategis (BUMNIS), seperti PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, dan PT LEN.
Menurut Sekjen Kementerian Pertahanan (Kemhan) Marsdya TNI Eris Herryanto MA, produk alutsista buatan industri dalam negeri bisa dibanggakan. Panser buatan PT Pindad misalnya, diminati Malaysia. "Malaysia berniat membeli 30 unit panser buatan Pindad. Ini bagus karena berarti produk industri pertahanan kita diakui di luar negeri," ujar Eris.
Lebih lanjut, Sekjen Kemhan menegaskan, kebijakan-kebijakan yang ditetapkan Menhan Purnomo Yusgiantoro sangat pro terhadap kemandirian industri pertahanan dalam negeri. Kebijakan tersebut di antaranya adalah bahwa setiap pengadaan alutsista TNI harus mengikutsertakan industri nasional, baik BUMN maupun swasta, dalam pengadaan alutsista untuk diproduksi di dalam negeri.
Selain itu, dalam setiap pengadaan hendaknya mengikutsertakan beberapa syarat lainnya untuk diajukan kepada para penyedia barang. Antara lain, memberikan transfer of know how atau local content.
Dengan adanya kebijakan Menhan yang pro terhadap kemandirian industri pertahanan dalam negeri tersebut, lebih lanjut Sekjen Kemhan mengimbau pihak terkait, baik pengguna (TNI) maupun produsen (industri pertahanan dalam negeri), untuk dapat mengimbangi kebijakan yang diberikan Menhan tersebut. "Dengan demikian proses peningkatan kemandirian indusrti dalam negeri akan berjalan lebih cepat," ujarnya.
Sementara mengenai kebutuhan alutsista TNI untuk kurun waktu lima tahun ke depan, Eris mengatakan, itu telah tercantum dalam Rencana Strategis (Renstra) 2010-2014, khususnya dalam rincian kebutuhan minimum essential forces (MEF).
"Pengadaan alutsista TNI akan diupayakan dari industri pertahanan di dalam negeri. Sebab, PT PAL sudah bisa membangun kapal perang, PT DI sudah mampu memproduksi helikopter tempur, dan PT Pindad sudah mampu memproduksi panser dan persenjataan militer," kata Eris.
Di bagian lain, dia menyebutkan, kemampuan dan profesionalisme prajurit TNI dapat mengimbangi negara-negara lain. Itu bisa terlihat saat melakukan latihan bersama dengan negara seperti Amerika Serikat, Australia, Malaysia, dan Singapura.
"Kemampuan dan profesionalisme prajurit TNI kita, terutama Kopassus, sudah diakui dunia internasional. Prajurit TNI kita dianggap berkualifikasi untuk operasi tempur dan gerilya di hutan. Karena itu, militer banyak negara menyatakan ingin melakukan latihan bersama dengan prajurit TNI," tutur Eris.
Solusi Anggaran
Meski demikian, walau Kementerian Pertahanan merencanakan akan membangun sistem pertahanan dan keamanan dalam lima tahun ke depan, akan tetapi anggaran untuk pengadaan alutsista hingga tahun 2015 masih mengalami kekurangan sekitar Rp 50 triliun.
Kekurangan anggaran alutsista itu dihitung berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang dibandingkan dengan kebutuhan dari Kemhan. Namun, jumlah Rp 50 triliun tersebut, masih dapat diupayakan oleh pemerintah.
Dia mengaku optimistis, anggaran belanja alutsista tersebut bisa dipenuhi. Untuk tahun 2011 mendatang, anggaran untuk pengadaan dan pemeliharaan alutsista sebesar Rp 11 triliun. "Kalau kita bisa meningkatkan penerimaan negara dengan baik, baik itu pajak atau non pajak, penerimaan sumber daya alam itu (anggaran) sesuatu yang optimis ke depan," katanya.
Terkait kemandirian alutsista, dalam kesempatan tersebut, Sekjen Kemhan Marsdya TNI Eris Herryanto MA, mengatakan, Peraturan Presiden (Perpres) tentang Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) sudah ditandatangani oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. KKIP mengemban tugas untuk meningkatkan kemandirian industri pertahanan.
"Perpres tentang KKIP sudah keluar dan Kemhan menyiapkan personel, tempat sekretariat dan mekanismenya," ucap Sekjen Kemhan saat mempimpin rapat koordinasi antara penentu kebijakan, pengguna dan produsen bidang alutsista ke XI, di PT Len Industri (Persero), Bandung, Jawa Barat, baru-baru ini.
Lebih lanjut, Sekjen Kemhan mengatakan, setelah dilaksanakan workshop revitalisasi industri pertahanan pada akhir tahun lalu, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 01 tentang Percepatan Pembangunan.
Inpres tersebut mengamanatkan beberapa poin yang berkaitan dengan Kemhan. Antara lain, pembetukan KKIP, penyusunan RUU Revitalisasi Industri Pertahanan, pembuatan rencana induk dan roadmap revitalisasi industri pertahanan, penelitian dan pengembangan (litbang) yang hasilnya digunakan untuk memenuhi peralatan pertahanan dan keamanan dalam negeri dan pengadaan alutsista industri dalam negeri dengan menggunakan pinjaman dalam negeri.
Terkait KKIP, Sekjen Kemhan menjelaskan, bahwa lembaga tersebut diketuai Menhan dan, wakilnya dijabat Menteri BUMN, serta sebagai sekretarisnya adalah Wamenhan. Karena, perpresnya sudah keluar, KKIP ini sudah mulai bekerja.
Sementara itu, soal penyusunan RUU Revitalisasi Industri Pertahanan, Sekjen Kemhan mengatakan, pada tahun ini Kementerian Pertahanan menyiapkan naskah akademik dan draf undang-undangnya.
Sehingga diharapkan, pada tahun 2011, RUU Revitalisasi Industri Pertahanan sudah dapat masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR. Undang-Undang tentang Revitalisasi Industri Pertahanan tersebut, diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam mengembangkan industri pertahanan ke depan.
Sumber: SUARA KARYA
Berita Terkait:
0 komentar:
Post a Comment