ALUTSISTA ARDAVA BERITA HANKAM CAKRA 401 SUBMARINE DEFENSE STUDIES INDO-DEFENSE INDONESIA DEFENSE INDONESIA TEKNOLOGI RINDAM V BRAWIJAYA THE INDO MILITER
Formil MIK Formil Kaskus Formil Detik.COM
PT.DI LAPAN LEN NUKLIR PAL PINDAD RADAR RANPUR ROKET RUDAL SATELIT SENJATA TANK/MBT UAV
TNI AD TNI AL TNI AU
HELIKOPTER KAPAL ANGKUT KAPAL INDUK KAPAL LATIH KAPAL PATROLI KAPAL PERANG KAPAL PERUSAK KAPAL SELAM PESAWAT TEMPUR PESAWAT ANGKUT PESAWAT BOMBER PESAWAT LATIH PESAWAT PATROLI PESAWAT TANKER
KOPASSUS PASUKAN PERDAMAIAN PERBATASAN
  • PERTAHANAN
  • POLRI POLISI MILITER
  • PBB
  • NATO BIN DMC TERORIS
    AMERIKA LATIN AMERIKA UTARA BRASIL USA VENEZUELA
    AFGANISTAN ETHIOPIA IRAN ISRAEL KAZAKHTAN KYRGYZTAN LEBANON LIBYA MESIR OMAN PALESTINA TIMUR TENGAH YAMAN
    ASEAN AUSTRALIA Bangladesh BRUNAI CHINA INDIA INDONESIA JEPANG KAMBOJA KORSEL KORUT
    MALAYSIA Selandia Baru PAKISTAN PAPUA NUGINI Filipina SINGAPURA SRI LANGKA TAIWAN TIMOR LESTE
    BELANDA BULGARIA INGGRIS ITALIA JERMAN ROMANIA RUSIA UKRAINA
    MIK News empty empty R.1 empty R.2 empty R.3 empty R.4

    Monday, October 4, 2010 | 9:28 AM | 0 Comments

    Perbaikan Citra di Tengah Kemelut Bangsa


    Di tengah berbagai godaan untuk kembali mengembalikan kekuatan sosok militer seperti pada masa lalu, kemampuan TNI menjauhkan diri dari pergumulan politik sipil justru menuai apresiasi.

    Aksi terorisme dan rentetan kekerasan antarkelompok yang saat ini mengemuka seakan menyadarkan publik akan rentannya stabilitas dan harmoni di negeri ini. Semua perbedaan identitas dan pertentangan ideologi yang pada masa sebelum reformasi dapat ”dikunci” kini menjadi bara dalam sekam yang mudah tersulut. Semua hal remeh-temeh bisa menjadi pemicu bentrokan, bahkan kerusuhan. Dalam situasi ketika rasa aman berbangsa mengalami kegalauan, publik kembali melihat sosok TNI.

    Dalam penanganan aksi terorisme, misalnya, gagasan melibatkan militer dalam pemberantasan pelaku teror semakin sering disuarakan. Sebagian masyarakat berharap, dengan dilibatkannya militer, aksi terorisme dapat segera diatasi.

    Dalam jajak pendapat sebelumnya, publik masih menempatkan sosok kepemimpinan militer sebagai paling kompeten dalam menangani sebuah situasi sosial yang bergolak, sebagaimana beberapa tahun lalu pernah terjadi dalam pilkada gubernur di Sulawesi Selatan. Demikian pula dalam fungsi-fungsi yang bersifat darurat, seperti dalam bencana alam, musibah besar, ataupun ancaman keamanan yang masif, aparat militer masih dijadikan rujukan akhir.

    Dalam jajak pendapat kali ini, gambaran kekuatan sosok TNI sebagai bayangkara negara kembali muncul. Di tengah berbagai kemelut elite politik dan hukum, ketimpangan kondisi ekonomi, dan ancaman teror, citra TNI dinyatakan baik oleh 69,0 persen responden dan hanya 23,4 persen yang menyatakan buruk. Dalam proporsi yang sedikit lebih tinggi, sepak terjang TNI saat ini dinilai baik atau lebih baik ketimbang pada masa sebelum reformasi.

    Penilaian ini merupakan yang tertinggi bagi pencitraan TNI selama jajak pendapat Kompas dalam kurun waktu 12 tahun! Bandingkan dengan hasil jajak pendapat tahun 1999 saat kurang dari 30 persen responden menyatakan citra TNI baik atau pada tahun 2001 ketika 58 persen responden menyatakan citra TNI baik.

    Meningkatnya citra TNI di mata masyarakat seiring dengan kecenderungan kepuasan masyarakat akan kiprah militer. Ada kecenderungan penilaian sejak dicabutnya dwifungsi ABRI bahwa kinerja lembaga militer/TNI secara umum menjadi ”lebih baik”. Sebanyak 50,3 persen responden menilai TNI telah bersikap profesional. Meski demikian, terpancar juga keraguan responden dalam menyikapi kinerja TNI dalam menjaga wilayah negara dari tekanan negara asing dan peran dalam mengatasi wilayah konflik yang cenderung dinilai belum memuaskan.

    Pemimpin militer

    Salah satu wacana yang mengemuka tentang peran militer adalah ranah kepemimpinan sipil. Dari rangkaian jajak pendapat Kompas terhadap TNI tercatat kecenderungan kenaikan penerimaan terhadap kepemimpinan militer dalam tingkat tertentu. Pada awal reformasi tahun 1998, keterlibatan TNI dalam ranah politik ditolak tegas oleh masyarakat. Sebesar 64,1 persen responden jajak pendapat yang dilakukan pada tahun 1998 menolak presiden dari kalangan militer.

    Dalam jajak pendapat tahun 2000, trauma akan kekuatan militer tampaknya masih cukup melekat di benak masyarakat. Untuk posisi menteri pun masyarakat menolak keberadaan militer, bahkan purnawirawan. Hanya 5,3 persen yang mau menerima purnawirawan pada posisi menteri saat itu. Seiring dengan berjalannya waktu, proses demokrasi yang menampilkan kepemimpinan sipil melalui elite parpol dan ormas tampaknya belum sepenuhnya memuaskan harapan publik. Publik mulai menengok kembali TNI. Dalam jajak pendapat menjelang pemilu tahun 2004, tercatat sekitar 57,3 persen responden setuju presiden berasal dari kalangan militer.

    Pada jajak pendapat kali ini, proporsi terbesar (45,1 persen) untuk jabatan presiden masih diinginkan publik diisi dari kalangan militer. Hanya 26,0 persen yang menginginkan jabatan itu diisi dari kalangan sipil, sementara 27,1 persen lainnya menyatakan bisa menerima dari kalangan sipil ataupun militer. Namun, berbeda dengan jabatan presiden, untuk jabatan kementerian sipil, kepala daerah (gubernur, bupati/wali kota), hingga camat, proporsi responden lebih memilih sipil daripada militer. Proporsi responden yang lebih memilih kandidat militer hanya berjumlah 12 persen sampai 18 persen.

    Betapapun kiprah sebagian kepemimpinan sipil dalam lembaga negara tampak centang perenang, kepercayaan publik akan kepemimpinan dari kalangan sipil cenderung meningkat. Meski cukup berimbang, lebih besar bagian responden (49,4 persen) yang percaya sipil kini mampu menggantikan posisi militer dalam berbagai jabatan strategis.

    Masyarakat tetap menginginkan profesionalisme dalam tubuh TNI dan tidak memasuki arena sosial dan politik secara langsung dan strategis seperti masa lalu. Masyarakat tampak cukup ragu-ragu dengan kehadiran kembali militer dalam politik. Sejumlah 46,4 persen responden tidak yakin kehadiran TNI dalam kancah politik dan birokrasi akan meningkatkan stabilitas nasional meski proporsi ini nyaris sama dengan mereka yang percaya kehadiran TNI akan meningkatkan stabilitas

    Naiknya Laksamana Agus Suhartono sebagai Panglima TNI disambut positif oleh masyarakat.

    Harapan bahwa TNI akan semakin profesional dibebankan di pundak mantan KSAL tersebut. Sebanyak 50,4 persen responden yakin bahwa panglima baru mampu meningkatkan profesionalisme TNI. Persoalan menjaga soliditas TNI dalam rangka agenda reformasi juga pasti membutuhkan kejelian panglima baru di tengah upaya membangun kekuatan persenjataan yang semakin tangguh.

    TNI tidak bebas kolusi

    Bagaimanapun, persoalan klasik masih menjadi sorotan publik. Meski dicitrakan baik, bukan berarti TNI bebas dari kolusi. Sebanyak 78,8 persen responden menilai bahwa dalam tubuh TNI pun tidak bebas dari KKN. Di balik menepinya TNI dari ranah sosial politik sipil, ditengarai hampir separuh responden, TNI kini juga lebih berpihak kepada penguasa ketimbang masyarakat sipil. Demikian juga perlakuan yang diberikan negara kepada anggota militer yang terlibat kasus dirasakan sebagian besar responden masih lebih ”diistimewakan” dan belum sama adil dengan masyarakat biasa.

    Menjelang ulang tahun ke-65 TNI, itulah harapan dan pekerjaan rumah yang disuarakan publik bagi TNI.

    Sumber: KOMPAS

    Berita Terkait:

    0 komentar:

    Post a Comment

     
    Copyright © 2010 - All right reserved | Template design by ADMIN | Published by MAJU INDONESIA KU
    Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.